Inisiatif International Diabetes Federation dan WHO, setiap 14
November dirayakan sebagai Hari Diabetes Dunia. Ini menandai ulang tahun
Dr Frederick Banting yang berperan menemukan insulin: hormon pengobatan
diabetes yang menyelamatkan banyak jiwa. Lalu, tahukah Anda diabetes
pada anak?
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, lebih
dari 220 juta orang di dunia mengidap diabetes. Jumlah ini mungkin akan
lebih dari 2 kali lipat pada 2030 tanpa intervensi bersama. Hampir 80
persen kematian pasien diabetes terjadi di negara berpenghasilan
rendah-menengah.
Di tengah kondisi itu, perhatian banyak pihak
umumnya masih terfokus pada penderita diabetes dewasa. Padahal, anak
dengan diabetes tak kalah memerlukan perhatian dan bantuan.
World
Diabetes Foundation menyarankan untuk mencurigai diabetes jika ada anak
dengan gejala klinis khas, yaitu 3P dan kadar gula darah (GD) tinggi,
di atas 200 mg/dl. GD yang tinggi menyebabkan molekul gula terdapat di
dalam air kencing, yang normalnya tak mengandung gula, sehingga sejak
dulu disebut penyakit kencing manis.
Gejala 3P adalah polifagi
(sering makan karena rasa lapar yang berulang), polidipsi (sering minum
karena rasa haus yang berulang), dan poliuri (sering kencing, termasuk
mengompol pada malam hari pada anak yang biasanya sudah tidak mengompol,
atau pamit kencing berulang saat jam pelajaran di kelas).
Diabetes pada anak umumnya disebut tipe 1, yaitu pankreas rusak dan tak
lagi mampu memproduksi insulin dalam jumlah memadai sehingga terjadi
defisit absolut insulin. Sebaliknya, diabetes pada orang dewasa umumnya
disebut tipe 2, yaitu terjadi kerusakan sel tubuh meskipun insulin
sebenarnya tersedia memadai sehingga terjadi defisit relatif insulin.
Diabetes tipe 1 pada anak sering kali didahului keluhan sakit perut
berulang dan riwayat infeksi virus, seperti parotitis (atau gondhongen),
cacar air (cangkrangen), diare akut, dan flu singapura (HMFD), yang
diikuti penyebaran virus sampai ke dan merusak pankreas.
Komplikasi
Diabetes menyebabkan komplikasi akut (jangka pendek) dan kronis (jangka
panjang). Komplikasi akut yang dapat berujung pada kematian pasien
adalah hiperglikemi (GD tinggi) karena diabetes belum diobati serta
hipoglikemi (GD rendah) karena pengobatan yang berlebihan.
Komplikasi kronis adalah kelainan pembuluh darah besar di jantung dan
otak ataupun pembuluh darah kecil pada mata, ginjal, dan serabut saraf.
Hiperglikemi dapat menyebabkan anak selalu lapar, sering kencing,
dehidrasi, lemah, kejang, penurunan kesadaran, dan meninggal mendadak.
Hipoglikemi sering membuat anak emosional, mudah marah, lelah, keringat
dingin, pingsan, dan kerusakan sel permanen sehingga mengganggu fungsi
organ dan proses tumbuh kembang anak.
Penyakit jantung koroner,
gagal ginjal, kebutaan, mati rasa, atau meninggal di usia dewasa muda
merupakan komplikasi kronis diabetes yang biasanya terjadi setelah anak
jadi remaja.
Komplikasi akut hiperglikemi saat ini merupakan
titik masuk kecurigaan dokter akan diabetes pada anak. Adanya shock,
dehidrasi, kejang, koma, dan kematian mendadak masih diduga disebabkan
penyakit yang umum, seperti DBD, diare akut, pneumonia, infeksi otak,
apendisitis, atau penyakit lain yang lebih sering.
Kalau tidak
dicurigai diabetes dan GD tidak diperiksa, hampir pasti pasien anak akan
meninggal karena kesalahan tata laksana medis dengan diagnosis akhir
tidak tegak.
Pengobatan
Diabetes tipe 1
pada anak memerlukan pengobatan dengan injeksi insulin, berbeda dengan
orang dewasa yang lebih banyak memerlukan obat anti- diabetes oral (OAD)
yang ditelan. Insulin diberikan untuk mengatasi komplikasi akut,
mencegah kematian dini, mengurangi risiko terjadinya komplikasi kronis,
dan mendukung aktivitas harian bersama teman sebaya, termasuk proses
tumbuh kembang yang optimal.
Anak diabetes harus diberikan
injeksi insulin seumur hidup meskipun sedang sakit, sehat, dalam
perjalanan, ataupun menginap di luar rumah, bahkan dalam aktivitas lain.
Pengaturan makan dan olahraga merupakan hal yang tak kalah penting.
Namun, anak tak perlu diet atau pengurangan porsi makan seperti
penderita dewasa, kecuali jika anak tersebut kegemukan (obesitas).
Semua anak, meskipun menderita diabetes, perlu makanan yang cukup untuk
mendukung proses tumbuh kembang. Olahraga dan bermain segala bentuk
permainan, termasuk yang menguras tenaga dengan teman sebaya, juga harus
tetap dilakukan dan tak boleh dibatasi.
Olahraga dan bermain
bersama tersebut sebaiknya merupakan aktivitas yang terencana dengan
baik sehingga dosis insulin dapat disesuaikan dengan tinggi rendahnya
GD, sehubungan dengan peningkatan kerja otot dalam aktivitas olahraga
dan bermain tersebut.
Hari Diabetes Dunia pada 14 November
sebenarnya juga mengingatkan akan adanya diabetes pada anak yang perlu
diwaspadai. Injeksi insulin sesegera mungkin, setiap hari, dan seumur
hidup merupakan salah satu pilar penting dalam pengobatan diabetes pada
anak.
FX WIKAN INDRARTO Dokter Spesialis Anak pada Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta; Alumnus S-3 Universitas Gadjah Mada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar