HARUSKAH ANAK USIA DINI (KB-TK) BISA MEMBACA & MENULIS
Keberhasilan pendidikan anak usia dini merupakan landasan bagi keberhasilan pendidikan pada jenjang berikutnya. Usia dini merupakan "usia emas" bagi seseorang, artinya bila seseorang pada masa itu mendapat pendidikan yang tepat, maka ia memperoleh kesiapan belajar yang baik yang merupakan salah satu kunci utama bagi keberhasilan belajarnya pada jenjang berikutnya.
Kesadaran akan pentingnya PAUD di Negara maju sejak dahulu sudah cukup tinggi sedangkan di Indonesia baru berlangsung kurang lebih 10 tahun terakhir.
Menurut Martin Luther tujuan utama sekolah adalah mengajarkan agama dan keluarga yang merupakan institusi terpenting dalam pendidikan anak. Pemikiran Martin Luther ini sejalan dengan tujuan madrasah (sekolah Islam) yaitu pendidikan agama Islam, dimana ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan bagian integral dari agama Islam. Dengan demikian pendidikan akan menghasilkan ulul-albaab (QS. 3 : 190 - 191), yaitu penguasaan iptek yang dapat digunakan dalam kehidupan dengan ahlak mulia, berdampak rahmatan lil alaminn, yang dijanjikan Allah akan ditingkatkan derajatnya (QS. 58 : 11)
POLA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI ( PAUD )
Pendidikan usia dini merupakan pendidikan yang diberikan kepada anak sejak usia 0-6 tahun. Sedangkan pemberian rangsangan dapat dimulai sejak anak dalam kandungan, misalnya dengan bercakap-cakap, mendengarkan suara-suara musik atau alunan ayat suci Al Qur’an. Kontak anak dengan keluarga dan lingkungannya dapat menjadi stimuli utama, terlebih lagi anak menghabiskan waktu terbanyak dengan keluarga.
Usia dini merupakan usia emas untuk menyerap berbagai informasi. Namun orangtua dan tenaga pendidik harus memberikan materi yang dekat dengan kehidupan dan lingkungan anak yang terrefleksi dalam kegiatan pembelajaran yang menyenangkan.
Pertumbuhan dan perkembangan Kelompok Bermain (KB) dan Taman Kanak-kanak (TK) saat ini sangat menggembirakan. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya lembaga pendidikan tersebut, baik di pedesaan maupun perkotaan.
Menjamurnya lembaga pendidikan KB dan TK saat ini secara otomatis menimbulkan persaingan yang semakin ketat. Disini masing-masing lembaga penyelenggara pendidikan KB dan TK selalu berusaha menonjolkan lembaganya dengan menawarkan program-program ekslusif seperti materi bahasa asing (Inggris), drum band, komputer, membaca, menulis maupun menghitung.
Menurut Frobel yang nota bene sebagai bapak TK sedunia, menrumuskan bahwa tujuan tujuan umum pendidikan TK adalah mengembangkan bekerja sendiri pada anak melalui permainan. Karena, dalam pandangannya anak sampai usia tujuh tahun pada dasarnya kemampuan untuk bekerja sendiri pada anak muncul dalam dorongan untuk bermain, menyanyi dan bekerja (pekerjaan) tangan.
Dalam proses pendidikannya, Frobel lebih dominan memakai daya fantasi anak. Dalam hal ini prinsip yang dipakai adalah urutan berjenjang, dimulai dari yang mudah kemudian berlanjut pada yang lebih sukar.
Adapun Maria Montesorri dalam menyelenggarakan pendidikan TK berpegang pada prinsip “mendidik dalam kebebasan untuk kebebasan”. Prinsip demikian meniscayakan pada satu keyakinan bahwa anak mempunyai potensi untuk mendidik diri sendiri. Dengan demikian, dalam penyelenggaraannya tidak ada materi yang ditentukan oleh guru tetapi yang ada adalah pengasuh sebagai pendamping anak dalam proses pertumbuhan diri secara spontan dengan menggunakan alat permainan.
Realita di lapangan
Apabila kita mau melihat kondisi dilapangan secara langsung, kita akan menemukan ada sebagian Taman Kanak-Kanak (TK) yang telah mengajarkan baca, tulis dan hitung (calistung).
Berdasarkan pengamatan di berbagai media masa dan elektronik, selain diajarkan bernyanyi dan keterampilan untuk melatih motorik, setiap harinya murid-murid TK juga mendapat pendidikan mengenal huruf-huruf alfabet dan angka.
Selama tiga jam bersekolah dari pukul tujuh hingga sepuluh pagi, anak-anak dilatih untuk dapat menulis dan membaca hingga merangkai kata. Begitu pula dengan angka, selain menuliskan untuk pengenalan angka, anak-anak juga dilatih pertambahan dan pengurangan sederhana
Berdasarkan pengamatan dilapangan, ada beragam pendapat tentang pembelajaran calistung pada anak TK. Ragam pendapat itu pada dasarnya dapat terangkum dalam 3 pendapat yang berbeda yaitu:
1. Mengharuskan anak TK bias baca tulis. Hal ini dilatar belakangi oleh keinginan untuk bias masuk SD dengan mudah karena pada test masuk banyak sekolah yang mensyaratkan calon siswanya untuk bias baca tulis, atau sekedar prestise bagi guru / orang tua murid
2. Mengharuskan anak TK bias membaca dan menulis berarti memaksanakan anak untuk memiliki kemampuan yang seharusnya diajarkan di SD
3. Mendukung pembelajaran baca tulis dengan penyajian yang menyesuaikan cara anak usia dini belajar (bermain sambil belajar)
Berdasarkan fenomena di atas pada dasarnya dapatlah kita ambil benang merah. Sesunguhnya pembelajaran “calistung” (baca-tulis-hitung) dapat disampaikan sejak usia dini karena pembelajaran ini bisa membaur dengan kegiatan lainnya yang dirancang dalam kurikulum TK tanpa harus membuat anak-anak terbebani.
Anak-anak bisa belajar membaca lewat poster-poster bergambar. Dari gambar-gambar itu bisa kita tambah poster kata-kata dengan ukuran yang cukup besar dengan warna yang mencolok melalui ekplorasi bahasa dengan bermain kata, suku kata dan lain sebagainya.
Kesuksesan anak dalam belajar calistung sangat ditentukan oleh lingkungan, baik lingkungan sekolah maupun lingkungan rumah. Calistung harus diajarkan pada anak usia dini sesuai dengan bagaimana anak usia dini belajar. Jika calistung diajarkan sangat formal seperti halnya orang dewasa, besar kemungkinan akan berakibat fatal. Anak bisa kehilangan gairah belajarnya karena menganggap pelajaran itu sangat sulit dan tidak menyenangkan.
Sekolah yang baik harus memiliki tenaga pendidik yang memahami benar ilmu psikologi pendidikan anak. Dalam hal ini ketika belajar calistung para pendidik harus dapat mengembangkan kemampuan belajar calistung secara menyenangkan dalam arti kiat-kiat khusus terus digali dari berbagai referensi.
Jadi persoalan baca tulis di sekolah, bukan pelajarannya harus dipersoalkan tetapi cara menyajikannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar