Upaya Membangun Kecerdasan Siswa yang Religius
Analisis Pemikiran Pendidikan Al-Ghazali
Eksistensi pendidik merupakan syarat mutlak bagi keberhasilan suatu proses pendidikan anak. Hal itu diungkapkan al-Ghazali dalam konteks pemikiran pendidikan.
Al-Ghazali dilahirkan pada tahun 450 H/ 1059 M di kota Thus, wilayah Khurasan. Banyak belajar ilmu pengetahuan dari tokoh-tokoh, seperti Ahmad ibn Muhammad al-Radzakani, Imam Abu Nushr al-Ismaili, Abu al-Ma’ ali al-Juwaini dan Abu Ali al-Faramadi. Al-Ghazali juga dijuluki bahrun muqhriq (laut yang menenggelamkan) karena kecerdasan dan kemampuannya dalam menerima pembelajaran ketika itu. Al-Ghazali wafat di Tabristan pada tanggal 14 Jumadil Akhir 505 H/ 1 Desember 1111 M.
Sebagai seorang ilmuan, al-Ghazali memiliki pemikiran-pemikiran dalam segala ilmu filsafat, fiqh, ilmu-ilmu sosial, ilmu alam termasuk di dalamnya adalah pemikiran tentang pendidikan. Maka untuk menggali khazanah keilmuan, dianggap penting untuk membahas kembali untuk melengkapi teori-teori kependidikan, termasuk khazanah pendidikan di Indonesia.
Secara umum, corak pendidikan al-Ghazali memiliki dua aspek penting yaitu pengajaran moral religius dengan tanpa mengabaikan kepentingan dunia. Seperti yang bisa di perhatikan saat ini di lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan kita, pengajaran moral religius dan mental dilaksanakan hanya beberapa jam pelajaran selama masa belajar aktif. Seperti ilmu-ilmu umum lainnya, ilmu yang sifatnya mengajarkan tentang moral religius perlu juga diberikan ruang dan waktu yang memadai untuk menghasilkan output yang maksimal. Dengan demikian akan terbentuk kepribadian dan kematangan pola pikir siswa setelah mereka menyelesaikan masa studi mereka di sekolah.
Proses pemikiran al-Ghazali, dimulai dari cara pengenalan sistem pendidikan yang dilaksanakan pada zamannya, jika diteliti secara lebih akurat tidak menutup kemungkinan bahwa pemikirannya menjadi bagian terpenting dalam melengkapi aturan dan etika pendidikan kita.
Adapun sistem itu antara lain, yaitu:
1. Tujuan Pendidikan
Dalam melaksanakan aktivitas pendidikan, terlebih dahulu kita harus mengerti tujuan pendidikan itu sendiri, karena dengan demikian akan mengarahkan rotasi pengelolaan pendidikan dan pengajaran di sekolah atau Madrasah. Tujuan pendidikan menurut al-Ghazali adalah harus mengarah kepada realisasi tujuan keagamaan dan akhlak, dengan titik penekanannya pada perolehan keutamaan dan taqarrub kepada Allah dan bukan untuk mencari kedudukan yang tinggi atau mendapatkan kemegahan dunia. Sebab jika tujuan pendidikan diarahkan selain untuk mendekatkan diri pada Allah akan menyebabkan kesesatan dan kemudaratan.
Masalah yang kita bahas di atas penting untuk ditanamkan sejak awal pembelajaran, agar siswa benar-benar meyakini bahwa dengan belajar, siswa akan mengerti apa sebenarnya yang menjadi tujuan dari pendidikan, sekolah tidak sekedar pondasi untuk mencari pekerjaan, meskipun itu perlu secara formal administrasi, tapi hal yang terpenting adalah bagaimana sekolah itu bisa membentuk jati diri siswa dan menggali bakat yang ada, serta menumbuhkan skill yang akan digelutinya kelak. Konsep pendidikan tersebut, juga diharapkan mampu untuk mengasah otak kita dalam membangun kecerdasan moral, spritual, dan kecerdasan intelektual.
Bagi al-Ghazali yang dikatakan orang berakal sehat adalah orang yang dapat menggunakan dunia untuk tujuan akhirat, sehingga derajatnya lebih tinggi di sisi Allah dan berbahagia di akhirat kelak. Ini menunjukkan bahwa tujuan pendidikan menurut al-Ghazali tidak sama sekali menistakan dunia, melainkan dunia itu hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan.
2. Kurikulum Pendidikan
Pandangan kurikulum al-Ghazali lebih mengedepankan aspek pembagian disiplin ilmu pada tempat dan sasarannya. Kurikulum dimaksudkan adalah seperangkat ilmu yang diberikan oleh pendidik kepada peserta didik agar dapat mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
Sama halnya kurikulum pendidikan kita sekarang, pembagian-pembagian keilmuan dalam hal ini adalah pembagian mata pelajaran pada proporsi yang sebenarnya, pembagian itu mengedepan sudut pandang output dari pengetahuan tersebut, tetapi sudut pandang itu haruslah benar-benar memiliki kualitas yang bisa diterapkan kepada siswa dan dalam kehidupannya.
Sistematika pembagian kurikulum al-Ghazali didasarkan kepada tujuan dari masing- masing kurikulum itu sendiri, dalam hal ini mata pelajaran. Karena bidang- bidang ilmu banyak macamnya, untuk itu diperlukan pembagian bidang- bidang keilmuan yang dinamakan kurikulum.
Yang berbeda dalam penentuan kurikulum al-Ghazali dengan kurikulum sekarang adalah al-Ghazali juga menerapkan status hukum mempelajari yang dikaitkan dengan nilai gunanya atau value, yakni Fardhu ‘ain dan Fardhu kifayah. Maksudnya adalah ada ilmu yang memang wajib untuk dipelajari dan ada yang tidak mesti dipelajari tetapi harus ada diantara manusia untuk mempelajarinya.
3. Pendidik
Pendidik dianggap sebagai maslikhul kabir, bahkan dapat dikatakan bahwa pada satu sisi, pendidik mempunyai jasa lebih dibandingkan kedua orang tuanya, telah diungkapkan dengan jelas bahwa pendidik merupakan suatu keharusan yang mutlak bagi keberhasilan suatu proses pendidikan.
Pendidik atau yang biasa kita kenal dengan sebutan guru, haruslah memiliki sifat-sifat yang diteladani, karena hal demikian akan mempengaruhi pola pikir siswa tentang pendidik. Jika pendidiknya baik maka siswa memandangnya sebagai teladan tapi jika pendidik tidak baik siswa akan memandangnya sebagai hal yang tidak wajar, bahkan bisa dianggap musuh. Hal itu juga bisa mempengaruhi dalam proses pembelajaran siswa dalam mengikuti pengajaran di kelas.
Oleh karenanya, pendidik hendaknya menganggap siswa sebagai anak sendiri, menyayangi dan memperlakukannya dengan sebaik- baiknya. Hal demikian bagus untuk dilakukan untuk memberikan sugesti yang baik kepada siswa, hal itu memberikan juga motivasi untuk mencintai pelajaran yang diberikan oleh pendidik.
Pendidik yang baik adalah pendidik yang melakukan tugasnya secara ikhlas serta senantiasa mengharapkan ridha Allah dan berorientasi untuk mendekatkan diri kepada Allah. Disamping itu pendidik juga harus cermat memanfaatkan waktu dan peluang untuk memberikan nasehat dan bimbingan kepada siswa, bahwa tujuan sebenarnya dari pendidikan adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah bukan untuk kedudukan atau kebanggaan duniawi.
Untuk hal ini, disaat sekarang sulit untuk membendung pola pikir para peserta didik, bahwa sebagian besar pendidikan yang diikutinya lebih mengedepankan tujuan untuk memperoleh pekerjaan, meskipun itu penting tapi akan lebih baik, kalau pendidikan diarahkan kepada terciptanya mentalitas dan bakat siswa yang memungkinkan bisa digunakan untuk kepentingan dunia seperti pekerjaan.
4. Peserta Didik
Al-Ghazali mengungkapkan bahwa peserta didik selaras dengan konsepnya tentang belajar dan tujuan pendidikannya. Belajar merupakan salah satu bagian dari ibadah guna mencapai derajat seseorang hamba yang tetap dekat dengan khaliknya, untuk itu seorang peserta didik harus berusaha mensucikan jiwanya dari akhlak yang tercela. Dengan sikap rendah hati, harus merasa satu bangunan dengan siswa yang lainya serta berkasih sayang antar siswa sesamanya.
5. Metode dan Media
Dalam penerapan pengajaran al-Ghazali, terdapat tiga metode yang diterapkan dalam pembelajaran yang digolongkan dalam tiga aspek yaitu, psikologis, sosiologis dan pragmatis dalam rangka keberhasilan pembelajaran. Dalam pengajaran al- Ghazali bisa digambarkan bahwa metode yang digunakan misalnya metode mujahadah dan riyadlah, pendidikan praktek kedisiplinan, pembiasaan, penyajian dalil naqli dan aqli serta bimbingan dan nasehat.
Pemikiran diatas dalam tataran kekinian menjadi hal yang penting kemblai untuk dilakukan, disamping memadukan metode dan media yang modern, sehingga akan tercipta kelas ideal dalam pembelajaran. Kebanyakan yang kita lihat sekarang pendidik jarang untuk memadukan metode dan media dalam pembelajarannya, lebih bersifat monoton dan hal itu akan membuat siswa merasa jenuh dan bosan sehingga pembelajaran yang terjadi tidak ada interakasi yang baik, serta cendrung menurunkan gairah dan hasil belajar siswa itu sendiri. Maka pendidik sekarang perlu mengubah pola pikirnya dalam menerapkan metode dan media pembelajaran yang untuk saat ini semakin mudah mendapatkan informasi dan alatnya.
6. Proses Pembelajaran
Proses pengajaran al-Ghazali adalah mengajukan konsep pengintegrasian antara materi, metode dan media atau alat pengajarannya. Upaya itu dilakukan untuk memaksimalkan hasil belajar yang lebih baik. Untuk itu, proses pembelajaran mestilah diatur dengan menempatkan proporsi keilmuan pada tahap yang sebanarnya, artinya materi yang diberikan kepada siswa hendaknya melihat kemampuan siswa dalam pembelajaran, jika sulit dalam mencerna pelajaran maka diperlukan teknik secara perlahan untuk merangsang otak siswa untuk menahami materi pelajaran dengan baik.
Materi yang sistematis, metode yang baik dan bervariasi serta alat pengajaran yang memadai merupakan instrumen paling utama dalam melaksanakan pendidikan terutama dalam pembelajaran.
Dari pemaparan diatas, banyak hal yang dapat diambil manfaatnya untuk diterapkan dalam dunia pendidikan kita, meskipun al-Ghazali hidup ribuan tahun lalu, tetapi pemikiran tetang pendidikan masih relevan untuk diterapkan, secara garis besar konsep pemikiran pendidikan sekarang merupakan manifestasi pemikiran tokoh-tokoh terdahulu termasuk al-Ghazali.
Namun yang paling penting dalam konsep pendidikan al-Ghazali adalah penanaman nilai- nilai religius dalam proses pengajaran, sehingga akan terbentuk kepribadian siswa yang matang dan tangguh untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Al- Ghazali tidak menganjurkan untuk tabu mempelajari ilmu umum, al-Ghazali menganjurkan untuk mencari ilmu tersebut dengan pondasi ilmu agama.
Dengan demikian, mutu dari keilmuan yang dimiliki siswa dapat bermanfaat untuk kemajuan dunia Islam secara utuh dan menyeluruh. Maka tugas kita sebagai penerus orang terdahulu untuk melestarikan kehausan akan ilmu pengetahuan sebagai bagian dari ibadah kita dan sebagai media untuk mendekatkan diri kepada Allah, serta ibadah untuk mendapatkan ridho-Nya. Semoga.***
Dinamis Tulen S.Pd. I
Guru Pondok Pesantren (MI) PKP Al-Hidayah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar