dr. Maftuhah Nurbeti
“Whether or not children will be successful and healthy person
depends greatly on the quality of their experiences in early childhood”[i]
Pengembangan program kesehatan komprehensif bagi anak usia emas prasekolah merupakan hal yang sangat penting dan cukup strategis. Hal ini berangkat dari pertimbangan bahwa pertama, telah terjadi peningkatan dramatis dalam masalah-masalah kesehatan pada masa anak-anak, yang sebenarnya dapat diubah dengan langkah-langkah pencegahan dasar. Dengan demikian, serangkaian aksi, kegiatan, dan intervensi menjadi hal yang mutlak dibutuhkan.
Kedua, usia prasekolah merupakan periode emas yang sangat penting untuk membentuk kebiasaan dan model perilaku seseorang. Tiga penyebab utama morbiditas dan mortalitas (penyakit jantung, kanker, dan stroke), misalnya, memiliki sejumlah faktor risiko termasuk gaya hidup yang bisa dicegah dengan menerapkan kebiasaan dan perilaku hidup sehat yang bisa dimulai di usia dini. Demikian halnya dengan risiko-risiko kesehatan di usia remaja seperti narkoba maupun masalah-masalah kesehatan reproduksi.
Pendidikan kesehatan berbasis sekolah akan dapat membantu anak mengembangkan pengetahuan, keterampilan, motivasi serta dukungan yang mereka butuhkan untuk memilih perilaku yang meningkatkan kesehatan, dan menahan diri dari kebiasaan-kebiasaan yang menempatkan diri mereka pada risiko kesehatan maupun masalah sosial dan kegagalan sekolah.
Pada sekolah yang sehat, anak-anak dapat lebih siaga, lebih fokus dan terlepas dari mendapatkan kekurangan-kekurangan di sekolah. Bukan hanya lebih baik, tapi mereka juga mempelajari perilaku sehat seumur hidup. Dalam hal ini, pendidikan kesehatan dibuktikan berpengaruh untuk mewujudkan anak-anak yang sehat.
[ii] Sedangkan, kesehatan anak-anak dan pendidikan kesehatan pada usia pra sekolah secara signifikan sangatlah berhubungan dengan prestasi anak disekolah dan kesehatan serta kesuksesan di kehidupan selanjutnya.1,
[iii]
Pertimbangan ketiga adalah lembaga pendidikan prasekolah memiliki jumlah yang cukup besar yaitu 57.793 sekolah dengan jumlah total siswa sebesar 2.740.448 di seluruh Indonesia.
[iv] Jumlah yang besar menjadikan lembaga-lembaga tersebut cukup strategis untuk turut dilibatkan dalam program-program kesehatan untuk mencapai tujuan dan visi misi di bidang kesehatan maupun penelitian-penelitian untuk kemajuan bidang kedokteran. Sebagai contoh, di Amerika dilakukan imunisasi HiB massal melalui taman kanak-kanak.
[v] Kelengkapan imunisasi juga telah lama digunakan di beberapa negara sebagai prasayarat pendaftaran siswa baru. Dalam bentuk yang lain, pemeriksaan urin siswa selain bisa menjadi program screening untuk deteksi penyakit ginjal, juga bisa dilakukan untuk meneliti kelainan-kelainan asimtomatik.
[vi],
[vii] Di samping itu, ternyata banyak hal yang bisa didapatkan oleh sekolah maupun pemerintah dari laporan penilaian kesehatan di sekolah anak, seperti yang diperoleh dari 4000 laporan penilaian kesehatan sekolah yang dilakukan oleh sebuah pusat kesehatan anak.
[viii]
Patut disayangkan, di samping jumlah siswa yang besar tersebut, saat ini 80% dari 26,17 juta anak usia dini belum tersentuh oleh pendidikan usia dini. Oleh karena itu, pemerintah melalui rencana strategis Departemen Pendidikan Nasional menggalakkan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini oleh berbagai komponen masyarakat.
[ix] Sebagai perbandingan, anak-anak di negara lain seperti Singapura, semua anak telah terjangkau dengan pendidikan anak usia dini. Sementara itu, anak-anak usia dini di Indonesia masih berada di bawah bayang-bayang ancaman gizi buruk. Data tahun 2002 menyebutkan bahwa terdapat 1,3 juta anak yang memiliki masalah kekurangan gizi. Di Yogyakarta sendiri, saat ini tercatat angka lonjakan tajam sebanyak 2.254 balita dengan gizi buruk, sehingga Dinas Kesehatan meluncurkan program GARBA (Gerakan untuk Kesejahteraan Balita) tanggal 9 Agustus lalu. Padahal, setiap anak dengan gizi buruk berisiko untuk kehilangan Intellegence Quotient (IQ) 10-13 point. Artinya, bangsa kita terancam untuk kehilangan IQ sebesar lebih dari 22 juta point. Tidaklah mengherankan, Indeks Pembangunan Manusia kita masih berada di posisi ke 111 dari 173 negara.
Dengan demikian, upaya-upaya pengembangan program kesehatan melalui taman kanak-kanak dan lembaga PAUD yang lain patut dihargai. Departemen kesehatan pun telah lama pula merencang program UKS dengan triprogramnya. Sekalipun demikian, hal-hal yang akan diuraikan kemudian diharapkan dapat memberikan masukan mengenai bagaimana mengembangkan program-program kesehatan secara lebih komprehensif, tepat sasaran, dan melalui cara-cara yang paling sesuai dengan usia perkembangan anak prasekolah agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai secara maksimal.
Pengembangan Program Kesehatan Prasekolah dengan Pendekatan Komprehensif
Program kesehatan bagi anak usia prasekolah tidaklah hanya diwujudkan dengan adanya pendidikan kesehatan kesehatan dalam kurikulum atau berupa intervensi yang hanya bertujuan untuk prevensi pada tingkat perilaku saja, sedangkan tingkat kondisional masih kurang diperhatikan. Hal inilah yang ditemukan dalam sebuah assesment terhadap lembaga-lembaga pendidikan prasekolah di Jerman.
[x] Di konteks Indonesia, program UKS dengan konsep triprogramnya telah menggabungkan antara pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pembinaan lingkungan kehidupan sekolah sehat. Namun, perlu dievaluasi apakah program yang dijalankan selama ini telah benar-benar bersifat komprehensif.
Kesehatan sekolah komprehensif dimaknai sebagai sebuah spektrum yang luas dari program-program, kebijakan, pelayanan, dan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di sekolah dan masyarakat sekitarnya. Dengan demikian, kesehatan sekolah komprehensif mengusahakan adanya rencana kemitraan dan kolaborasi yang bersifat aktif di antara semua orang dan pihak yang dapat memberikan kontribusi untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan siswa, misalnya guru, rekan sebaya, orang tua, tenaga profesional, maupun kelompok masyarakat. Sehingga setidaknya, model kesehatan sekolah yang komprehensif ini telah melibatkan empat elemen yang utama, antara lain instruksi, layanan pendukung, dukungan sosial, dan lingkungan yang sehat.
Hal lain yang juga menjadi kebutuhan adalah evaluasi dari program. Karena hal inilah yang sering dilupakan. Pengukuran yang terstandardisasi akan sangat membantu kesuksesan dan efektivitas dari program kesehatan yang dilaksanakan. Dalam pelaksanaannya, menjadi suatu hal yang penting pula untuk menghubungkan dan memanfaatkan program-program yang sudah ada daripada membuat program baru.
Dalam program pendidikan kesehatan yang komprehensif, segala aspek dari perkembangan siswa turut diperhatikan, yaitu perkembangan fisik, emosi, moral, dan spiritual. Semua program didasarkan pada pengetahuan akan fakta-fakta dan nilai-nilai yang mendasar. Kepercayaan atau prinsip-prinsip agama siswa juga akan dihargai karena hal tersebut juga mempengaruhi kesehatan mereka. Dengan demikian program kesehatan komprehensif memiliki lebih dari sekedar tujuan kependidikan.
Untuk mencapai tujuannya, pendidikan kesehatan pra sekolah menyediakan koordinasi dan sumber daya pada delapan wilayah komponen kesehatan sekolah, yaitu pendidikan kesehatan sekolah, pelayanan kesehatan sekolah, lingkungan fisik yang aman, pelayanan konseling, psikologi, dan sosial, pendidikan olah raga, pelayanan gizi, promosi kesehatan di sekolah bagi staff dan guru, serta keterlibatan keluarga dan masyarakat.
Pendidikan Kesehatan Prasekolah: Tujuan dan Filosofi
Pendidikan kesehatan merupakan salah satu bagian dari program kesehatan komprehensif. Namun demikian, sebagaimana yang disebutkan pada akhir bagian di atas, hendaknya tujuan yang dicapai lebih dari sekedar tujuan kependidikan. Filosofi yang dipakai adalah bahwa pendidikan kesehatan ini adalah pendidikan untuk kesehatan, bukan pendidikan tentang kesehatan Jadi, pendidikan kesehatan bukan hanya sekedar memberikan informasi atau semacam kursus pengetahuan.
Artinya, pendidikan kesehatan hendaknya mempromosikan dan memfasilitasi penerapan dari pengetahuan ke dalam tindakan-tindakan yang disebut dalam health action model sebagai perilaku yang meningkatkan kesehatan dan menurunkan perilaku-perilaku berisiko kesehatan ke dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini didasarkan dari premis bahwa jika pengetahuan kesehatan telah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, akan makin banyak individu di dalam komunitas kita, maupun masyarakat kita secara keseluruhan yang akan menikmati keuntungan dari memiliki kesehatan yang lebih baik.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan kesehatan saat ini adalah membantu peserta didik untuk mempelajari dan mempraktekkan keterampilan sosial maupun personal untuk mempromosikan dan melindungi kesehatan mereka.
[xi] Kemampuan personal dan kemampuan sosial yang disebut disini antara lain meliputi tujuh aspek kemampuan untuk mempelajari wilayah isi pendidikan yang menjadi prioritas. Tujuh aspek kemampuan tersebut meliputi kemampuan memahami konsep-konsep inti, kemampuan mengakses informasi, manajemen diri, kemampuan menganalisis pengaruh, komunikasi, pengambilan keputusan dan penetapan tujuan, serta kemampuan untuk melakukan advokaksi.
Sementara itu, wilayah-wilayah yang menjadi prioritas untuk dipromosikan dalam muatan pendidikan antara lain kesehatan mental maupun emosional, kegiatan fisik dan pola makan yang sehat, kesejahteraan dan kesehatan personal, keamanan dan pencegahan kekerasan, gaya hidup bebas tembakau, gaya hidup bebas alkohol dan narkoba, serta kesehatan dan tanggung jawab reproduksi. Meskipun demikian, masih terdapat perbedaan mengenai perlu tidaknya pendidikan masalah kesehatan reproduksi, seperti pengenalan AIDS pada tingkat prasekolah.
[xii]
Pemahaman terhadap tujuan-tujuan tersebut akan sangat membantu dalam penentuan indikator-indikator, pembuatan contoh-contoh, perancangan strategi pembelajaran dan penilaian hingga pencarian dan penyusunan daftar sumber-sumber yang dibutuhkan. Pedoman kurikulum pendidikan kesehatan prasekolah di Elkhart dapat menjadi contoh yang cukup baik dalam hal ini.
[xiii]
Menciptakan Prakondisi dan Kondisi: Prinsip-prinsip dalam Pengembangan Program Kesehatan Prasekolah
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, program kesehatan berbasis taman kanak-kanak dapat membantu anak-anak untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, motivasi, serta dukungan yang mereka butuhkan untuk memilih perilaku yang meningkatkan kesehatan dan menahan diri dari perilaku yang menempatkan mereka pada risiko dan kegagalan sekolah. Namun, patut disayangkan, wilayah pokok bahasan seperti pendidikan kesehatan ini cenderung kurang menonjol dalam kurikulum sekolah.
Dalam menyusun program kesehatan komprehensif maupun kurikulum, hendaknya dipegang beberapa prinsip penting yang bisa dijadikan sebagai acuan. Prinsip-prinsip yang dikembangkan dalam Model Program Pengembangan Taman Kanak-kanak Sehat Republik Cekoslovakia berikut ini cukup relevan untuk dijadikan gambaran.
[xiv] Seperti dalam bahasan mengenai pendekatan komprehensif di atas, setidaknya program kesehatan dilaksanakan melalui tiga cara, yaitu menciptakan kondisi untuk kesehatan dan kesejahteraan anak, mendidik anak mengenai gaya hidup sehat, dan membangun kemitraan sosial dan profesional untuk program kesehatan tersebut.
1. Menciptakan kondisi untuk Kesehatan Anak
Dalam menciptakan kondisi untuk kesejahteraan dan kesehatan anak, prinsip pertama yang harus dipahami berkaitan dengan konsep kesehatan holistik. Artinya, pengertian kesehatan hendaknya dipahami sebagai gabungan dari kesejahteraan fisik, mental, sosial dan spiritual. Pengertian sehat yang dikemukakan oleh WHO juga menyebutkan hal yang hampir serupa.
Selanjutnya, TK yang sehat hendaknya memenuhi dan memberikan penghargaan terhadap kebutuhan anak. Kebutuhan ini dapat berupa kebutuhan umum mereka sebagai seorang manusia, kebutuhan spesifik sebagai seorang anak sesuai usianya, maupun kebutuhan mereka secara individual. Kebutuhan orang dewasa pun, dalam hal ini guru dan orang tua, juga harus diperhatikan mengingat kesehatan dan kesejahteraan mereka akan memberikan pengaruh pada kesehatan anak.
Berpangkal dari kebutuhan alami dan ketertarikan anak-anak, TK yang sehat juga menyediakan ruang, alat, dan waktu untuk anak-anak bermain secara spontan. Dunia anak adalah dunia bermain, sehingga dalam strategi pembelajaran, permainan menjadi kegiatan utama dalam proses pembelajaran dan pengembangan diri anak (menggunakan metode fun education). Berbagai jenis permainan dapat diciptakan dan dikemas secara menarik sehingga disukai oleh anak-anak dan tanpa sadar nilai-nilai akademis yang ingin dicapai menjadi tertanam dalam dan terinternalisasikan. Sebagai contoh, permainan-permainan menarik yang dirancang oleh Activity Promotion Laboratory telah banyak diterapkan, disukai, dan berhasil mencapai tujuan pendidikan.
[xv]
Di samping permainan, hendaknya juga diciptakan pula lingkungan yang memungkinkan anak untuk bergerak secara bebas, kegiatan rutin harian yang bersifat optimal, serta pemberian gizi secara seimbang. Hal ini dilakukan untuk melindungi dan memperkuat kesehatan anak-anak. Dengan diet yang seimbang, diharapkan kebutuhan anak akan terpenuhi, termasuk kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang, melakukan regenerasi jaringan, kekebalan tubuh dari pengaruh internal dan eksternal, maupun untuk tampilan fisik dan mental anak. Diet yang bergizi merupakan faktor penting bagi kesehatan dan kesejahteraan anak.
Terhadap aspek non fisik, program TK sehat juga memberikan perhatian dan dukungan terhadap perkembangan psikologis alami pada anak-anak. Hal ini dilakukan antara lain dengan membantu anak-anak untuk mampu menghargai diri mereka sendiri (memperbaiki kepercayaan diri), menciptakan lingkungan yang positif secara emosional, melindungi anak-anak dari situasi yang menimbulkan tekanan psikis, serta memperkuat ketahanan psikis
mereka.
Selain dukungan terhadap kepercayaan diri anak, iklim sosial di lingkungan taman kanak-kanak dibangun dengan dasar saling percaya, saling menghormati, memberikan empati, serta saling bekerja sama antar komponen-komponen yang ada dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan di taman kanak-kanak.
Berkaitan dengan aturan-aturan yang diterapkan pada lembaga pendidikan prasekolah, TK sehat membuat kerangka aturan yang tersusun untuk kehidupan sehari-hari anak. Dengan demikian, akan tercipta keteraturan yang berirama. Meskipun demikian, guru masih tetap memiliki ruang untuk bersikap lentur dalam membuat keputusan. Guru juga dapat membangun komunikasi yang efektif dengan para orang tua untuk melakukan saling tukar informasi.
Adapun, karena kualitas dari lingkungan amat mempengaruhi kesejahteraan semua orang yang terlibat, maka TK sehat menciptakan lingkungan yang menyenangkan secara estetika, yang memberikan sambutan yang hangat, yang memberikan inspirasi, dan tentu saja yang higienis.
2. Pendidikan Gaya Hidup Sehat
Selain dalam penciptaan kondisi-kondisi seperti yang disebutkan di atas, program kesehatan pada usia prasekolah juga meliputi adanya pendidikan gaya hidup sehat. Dalam hal ini, prinsip yang harus dipegang adalah pendidikan yang bersifat dini dan proses pembelajaran yang berbasiskan pengalaman. Kembali kepada tujuan umum pendidikan kesehatan, peserta didik diharapkan untuk dapat tumbuh dan merawat kesehatan mereka dan juga orang lain sebagai sebuah nilai yang tak tergantikan dan menjadi prekondisi bagi sebuah kehidupan yang bernilai. Isi dari pendidikan kesehatan tersebut dapat dikembangkan dari tema-tema dasar seperti fisiologi, kesehatan mental dan kepribadian, hubungan interpersonal, maupun sikap terhadap kehidupan, masyarakat, dan alam. Semuanya dikemas dalam bentuk yang mudah dipahami oleh tingkat usia prasekolah.
Karena menggunakan proses pembelajaran yang berbasis pengalaman, maka TK sehat memilih pendekatan-pendekatan atau metode yang secara alami sesuai untuk anak usia prasekolah. Artinya, anak-anak belajar sambil bermain. Hal ini mereka lakukan melalui proses eksperimen dan pencarian pengalaman. Apabila hendak diterapkan pembelajaran yang terorganisasi (mengajarkan melalui cara-cara yang terencana), sebaiknya bukan dengan memberikan ceramah, melainkan mencoba untuk melakukannya, mencontohkan, atau menciptakan situasi yang secara alami dapat menjadi model bagi anak-anak didik tersebut.
3. Dukungan sosial dan Profesional
Unsur lain yang juga tidak dapat dipisahkan dalam program kesehatan prasekolah adalah membangun kemitraan dukungan sosial dan profesional. Dalam hal ini, pada prinsipnya, lembaga pendidikan prasekolah mengembangkan gaya manajemen yang berdasarkan keterlibatan dan kerjasama seluruh anggota komunitas pendidikan. Selanjutnya, lembaga pendidikan membangun kemitraan dengan keluarga (membentuk komunitas taman kanak-kanak dan keluarga). Hal ini dilakukan karena dalam program promosi kesehatan yang dilakukan sekolah, keluarga merupakan prasayarat yang terkuat untuk efektivitas pelaksanaan program. Tanpa dukungan keluarga, bisa jadi apa yang sudah didapatkan anak didik di sekolah menjadi tidak berkesinambungan. Oleh karena itu, hendaknya terjalin hubungan interaksi dan kerjasama yang bersifat timbal balik antara rumah dengan sekolah. Bahkan, yang dibangun bukan hanya sekedar kemitraan, melainkan juga keterbukaan dan toleransi antara kedua belah pihak. Dan karena setiap anak memiliki latar belakang kehidupan yang berbeda-beda, pihak sekolah hendaknya memberikan perhatian pada hal ini dan sebisa mungkin mengerahkan usaha untuk melindungi anak dari pengaruh-pengaruh buruk dan berbahaya yang mungkin saja ia dapatkan dari kehidupan keluarganya atau segera menggantikan apabila ada yag tidak ia dapatkan di rumah. Sebaliknya, apabila anak mendapatkan hal-hal yang positif, pihak sekolah berusaha untuk memperkuatnya.
Sementara itu, sebagai elemen utama yang sangat berpengaruh, gaya hidup sehat para guru menjadi hal yang dipersyaratkan. Diharapkan, para guru memiliki segenap kualitas kemampuan yang dapat mewujudkan kesuksesan program. Tentu saja karena guru adalah teladan yang akan menjadi contoh bagi pada anak didik yang akan melakukan proses imitasi. Sikap dan kebiasaan gaya hidup yang sehat akan menjadi model bagi mereka.
Selain melibatkan masyarakat dalam program kesehatan TK, sebagai bagian dari keseluruhan masyarakat yang lebih luas, dan menjadi prekondisi bagi stabilitas masyarakat, hendaknya TK ikut serta dan terlibat pula dalam kegiatan-kegiatan dan program-program masyarakat. Dengan demikian, TK dapat membangun iklim sosial yang lebih berkualitas dan memperkaya kehidupan spiritual maupun budaya masyarakat.
Terakhir, untuk mempersiapkan para siswa menuju pendidikan berikutnya di Sekolah Dasar, akan sangat baik bila TK menjalin hubungan dengan sekolah dasar di lingkungannya, guna menghilangkan kecemasan anak dan memperlancar transisi dari TK ke SD. Hal ini berpangkal dari adanya kepercayaan bahwa mengikuti sekolah adalah bermakna dan bermanfaat, sepanjang mereka percaya pada kemampuan yang dimiliki dan merasa cukup percaya diri untuk menjadi siswa SD yang baru.
Penutup
Akhirnya, dengan peran strategis yang dimainkan oleh lembaga pendidikan prasekolah, program kesehatan hendaknya dikembangkan secara komprehensif, dengan pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, penciptaan kondisi yang sehat dan mendukung, serta bangunan kemitraan dengan berbagai pihak yang terlibat di masyarakat. Dengan anak-anak yang sehat dan membawa potensi untuk hidup sehat sepanjang hidupnya, bukan tidak mungkin akan tercipta anggota masyarakat yang sehat menuju komunitas yang sehat.***
Reference:
[i] Center for Mental Health in Schools UCLA (2006) Preschool Programs: A Synthesis of Current Policy Issues. Center for Mental Health in Schools. Los Angeles. UCLA
[ii] Blom Hoffman J, Dupaul GJ (2003) “Scholl-based Health Promotion: The Effect of a Nutrition Education Program.” School Psychology Review, volume 32 2003
[iii] Mangione, Peter L (1992) Links to Success: New Thinking on The Connection Between Preschool, School, and Community. Penerbit Far West Laboratory for Educational Reasearch and Development. USA
[iv] Depdiknas (2007) Gambaran Umum Taman Kanak-Kanak menurut Status Sekolah.
www.depdiknas.go.id/statistik/0607/tk_0607/tbl_01.pdf
[v] Galil K, Singleton R; Levine OS, Fitzgerald MA, Bulkow L, Getty M, Perkins BA, Parkinson A (1999) “Reemergence of Invasive Haemophilus Influenzae Type b Disease in a Well-Vaccinated Population in Remote Alaska” The Journal of Infectious Diseases 1999, vol. 179, no 1, pp. 101-106 (24 ref.)
[vi] Arbus, GS (1977) Urinary Screening Program to Detect Renal Disease in Preschool and Kindergarten Children. Canadian Med Assoc Journal. 1977 May 21; 116(10): 1141–1142
[vii] Arbus GS, William RC (1976) Preschool Detection of Asymptomatic Bacteriuria: a Public Health Program.
[viii] Clemens C,
Doolittle RP,
Hoyle M (2002) Kindergarten Health Assessment Reports: What Do Schools Really Learn From Them?
Clinical Pediatric (Phila). 2002 Mar;41(2):93-8
[ix] Departemen Pendidikan Nasional (2007) Naskah Akademik dan Rambu-Rambu Penyelenggaraan PAUD. Departemen Pendidikan Nasional.
[x] Wagner N, Meusel D, Höger C, and Kirch W (2005) “Health Promotion in Kindergarten Children: An Assessment of Evaluated Projects in Germany”. Journal of Public Health.
Volume 13, Number 6 / November, 2005
[xi] Pateman, Beth (2006) “Hawaii’s “7 by 7” for School Health Education: A Presentation on Integrating The National Education Standards with Priority Content Area for Todays School Health Education in Grades Kindergarten Through 12” Preventing Chronic Disease Volume 3 no 2, April 2006.
[xii] Gross, Jane (2008) “Talk About AIDS in Kindergarten? The Teachers Say Don’t”. Palo Alto Journal. August 2008
[xiii] Elkhart Community School (2005) Kindergarten Health Curriculum Guide. Elkhart Community School. Agustus 2005
[xiv] Havlinove M, Kopriva P (1996) The Healthy Kindergarten: A Model Project of Health Promotion in The Kindergarten of The Czech Republic. Penerbit Spirala Tresnova. Republik Cekoslovakia.
[xv] Mahar MT, Kenny RK, Shields AT, Scales DP, Collins G (2006) ENERGIZERS, Classroom Based Physical Activities: The Way Teacher Integrated Physical Activity With Academic Concepts. Activity Promotion Laboratory, College of Health and Human Performance, East Carolina University. Amerika Serikat