BERANDA

Sabtu, 30 April 2011

PEMBANGUNAN BENDUNGAN UNTUK MENGATASI KELANGKAAN AIR DI MUSIM KEMARAU


Untuk mengantisipasi kelangkaan air permukaan terutama
untuk pertanian, upaya-upaya penghematan air perlu
dilakukan. Caranya, antara lain dengan membuat tempat
penampungan air hujan atau embung terutama di daerah
pertanian lahan kering. "Teknologi embung pernah
digalakkan beberapa tahun lalu, namun akhir-akhir ini
seperti dilupakan lagi.

Di daerah-daerah yang mempunyai relief dari kemiringan
lereng yang terjal, dapat dibuat bendung-bendung kecil
di lembah-lembahnya untuk menampung air hujan. Air ini
sebagai cadangan yang bisa dimanfaatkan pada musim
kemarau panjang.

Gerakan Hemat Air (GHA) seperti yang pernah
dicanangkan tahun 1994 perlu digiatkan kembali.
Program aksi GHA yang terkait dengan teknologi antara
lain mempertinggi daya simpan air tanah melalui
penghijauan dan reboisasi, mengurangi limpasan
permukaan (run off), serta menerapkan teknik
konservasi tanah dan air seperti terasering/sengkedan,
tanaman lorong, dan mulsa. Cara lain dengan
memperbesar daya tampung air seperti mengembangkan
waduk penyimpanan untuk mengurangi banjir di musim
hujan dan memanfaatkannya di musim kemarau.

Menurut Direktorat Tata Lingkungan Geologi dan Kawasan
Pertambangan, untuk mengatasi kelangkaan air bersih
ada teknologi desalinasi, yaitu menguapkan air laut
dan kemudian mengembunkannya. Bagi masyarakat
pulau-pulau kecil, air laut dapat dimanfaatkan menjadi
sumber air bersih dengan cara tersebut.

Pendidikan Wajib Belajar 9 Tahun

Landasan pokok keberadaan sistem pendidikan nasional adalah UUD 45 Bab XIII, Pasal 31, ayat (1) Yang menyatakan bahwa: Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran. Hal ini mengandung implikasi bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu memberi kesempatan belajar yang seluas-luasnya kepada setiap warga negara. Dengan demikian, dalam penerimaan seseorang sebagai peserta didik, tidak dibenarkan adanya perlakuan yang berbeda yang didasarkan atas jenis kelarruin, agama, ras, suku, Tatar belakang sosial dan tingkat kemampuan ekonomi.

Program pendidikan wajib belajar di Indonesia telah dirintis sejak tahun 1950. Dalam UU nomor 4 tahun 1950 jo UU nomor 12 tahun 1954 telah ditetapkan bahwa setiap anak usia 8-14 tahunterkcna pendidikan wajib belajar. Namur program pendidikan wajib belajar yang dicanangkan oleh pemerintah belum dapat berialan sebagaimana mestinya, karena adanya pergolakan pohtik secara tetus-menerus. (A. Daliman, 1995:138).

Gerakan pendidikan wajib belajar sebagai suatu gerakan secara nasional dan sekaligus sebagai bagian tak terpisahkan dari pembangunan nasional dimulai sejak Pelita IV. Pada hari pendidikan nasional tanggal 2 Mel 1984 secara resm'l Presiders Suharto mencanangkan dimulainya pelaksanaan dan penyelenggaraan pendidikan wajib belajar.

Pada tahap im penyelenggaraan pendidikan wajib belajar masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Berbeda dengan pendidikan wajib belajar tahun 1950, maka pendidikan wajib belajar tahun 1984 ini lebih diarahkan kepada, anak-anak usla, 7-12 tahun.

Dua kenyataan mendorong segera (illaksanakannya gerakan pendidikan wajib belajar tersebut. Kenyataan pertama, ialah masih adanya anak usia 7-12 tahun yang belum pernah bersekolah atau putus sekolah pada tingkat sekolah dasar, Pada tahun 1983 terdapat sekitar 2 juta anak usia 7-12 tahun yang terlantar dan putus sekolah pada tingkat sekolah dasar.

Sedangkan pada saat dicanangkannya pendidikan wajib belajar pada tahun 1984 masih terdapat anak berusia 7-12 tahun sekitar kurang lebih 1,5 juta orang yang belum bersekolah. Kenyataan kedua, ialah adanya keinginan pemerintah untuk memenuhi ketetapan GBHN yang telah mencanturnkan rencana penyelenggaraan pendidikan wajib belajar sejak GBHN 1978 maupun GBHN 1983. Gerakan pendidikan wajib belajar yang dimulai 2 Mel 1984 dipandang sebagai 9

pemenuhan janji pemerintah untuk menyediakan sarana dan prasarana pendidikan dasar secara cukup dan memadai, sehingga cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang termaksud dalam Pembukaan UUD 1945 segera dapat diwujudkan. (Haris Mudjiman, 1994:1-2).

Peningkatan pendidikan wajib belajar menjadi pendidikan wajib belalar 9 tahun dengan harapan terwujud pemerataan pendidikan dasar (SD dan SLIP) yang bermutu serta lebih menjangkau penduduk daerah terpencil. Hal ini sesuai dengan UU No: 2 tahun 1989 tentang stern pendidikan nasional, kemudian lebih dipertegas lagi di dalam Undang-Undang RI No: 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional sebagaimana yang tertuan pada pasal 34 sebagai berukut:

(1) Setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar.

(2) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terse­lenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.

(3) Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan. Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

(4) Ketentuan mengenai wajib belajar sebagaimana di­maksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Di dalam GBHN 1993, dicantumkan bahwa pemerintah harus berupaya untuk memperluas kesempatan pendidikan baik pendidikan dasar, pendidikan menengah kejuruan, maupun pendidikan profesional, melalui jalur sekolah dan jalur luar sekolah. Dalam rangka memperluas kesempatan belajar pendidikan dasar, maka pada tanggal 2 Mel 1994 pemerintah mencanangkan program pendidikan wajib belajar 9 tahun. lebih lanjut dikemukakan bahwa tahap penting dalam pembangunan pendidikan adalah meningkatkan pendidikan wajib belajar 6 tahun menjadi 9 tahun. (Sri Hadjoko Wirjornartorio, 1995:49, Ahmadi, 1991:74,182).

Pendidikan wajib belajar 9 tahun menganut konsepsi pendidikan semesta (universal basic education), yaitu suatu wawasan untuk membuka kesempatan pendidikan dasar. Jadi sasaran utamanya adalah menumbuhkan aspirasi pendidikan orang tua dan peserta didik yang telah cukup umur untuk mengikuti pendidikan, dengan maksud untuk meningkatkan produktivitas angkatan kerja secara makro.

Maksud utamanya adalah agar anak-anak memiliki kesempatan untuk terus belajar sampai dengan usia 15 tahun, dan sebagai landasan untuk belajar lebih lanjut baik dijenjang pendidikan lebih tinggi maupun di dunia kerja. (Kelompok PSDM, 1992, Adiwikarta, 1988).

Pelaksanaan pendidikan wajib belajar 9 tahun telah diatur lebih luas di dalam UU No: 20 tahun 2003. Bahwa sistem pendidikan nasional memberi hak kepada setiap warga negara memperoleh pendidikan yang bermutu dan juga berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat (pasal 5 ayat 1 dan 5).

Bagi warga negara yang memiliki kelainan emosional, mental, intelektual, dan atau sosial serta warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.

Demikian juga warga negara di daerah terpencil atau terkebelakang serta masyarakat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus (pasal 5 ayat 2, 3 dan 4). Lebih jauh dijelaskan bahwa pendidikan wajib belajar 9 tahun bagi anak usia 7 sampai 15 tahun harus diselenggarakan oleh pemerintah (pusat), pemerintah daerah, dan masyarakat tanpa dipungut biaya. (Arifin, 2003: 11).

Merujuk pada paparan yang telah dikemukakan di atas, dapat dipahami bahwa ciri-ciri pelaksanaan pendidikan wajib belajar-9 tahun di Indonesia adalah; (1) tidak bersifat paksaan melainkan persuasif, (2) ddak ada sansi hukum, (3) tidak diatur dengan Undang-Undang tersendiri, dan (4) keberhasilan diukur dengan angka partisipasi pendidikan dasar yang semakin menmigkat.

Wardiman Djojonegoro, (1992) mengemukakan alasan-alasan yang melatar belakangi dicanangkannya program pendidikan wajib belajar 9 tahun bag, semua anak usia 7-15 mulai tahun 1994 adalah:

1. Sekitar 73,7% angkatan kerja Indonesia pada tahun 1992 hanya berpendidikan Sekolah Dasar atau lebih rendah, yaltu mereka tidak tamat Sekolah Dasar, dan tidak pernah sekolah. Jauh ketinggalan dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN, seperti Singapura.

2. Dan' sudut pandang kepentingan ekonorm', pendidikan, dasar 9 tahun merupakan upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia yang dapat member, nilal tambah lebih tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi. Dengan rata-rata pendidikan dasar 9 tahun, ditnungkinkar. bagi mereka dapat memperluas wawasannya dalam menciptakan kegiatan ekonomi secara lebih beranekaragam (diversified).

3.Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin besar peluang untuk lebih mampu berperan serta sebagai pelaku ekonomi dalam sektor-sektor ekonomi atau sektor-sektor industri.

4. Dari segi kepentingan peserta didik, peningkatan usia wajib belajar dari 6 tahun menjadi 9 tahun akan memberikan kematangan yang lebih tinggi dalam penguasaan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan. Dengan meningkatnya penguasaan kemampuan dan keterampilan, akan memperbesar peluang yang lebih merata untuk meningkatkan martabat, kesejahteraan, serta makna hidupnya.

5.Dengan semakin meluasnya kesempatan belajar 9 tahun, maka usia minimal angkatan kerja produktif dapat ditingkatkan dari 10 tahun menjadi 15 tahun.

Berdasarkan alasan-alasan yang melatarbelakangi dicanangkan program-program pendidikan wajib belajar 9 tahun sebagaimana yang dikemukakan di atas, memberikan gambaran bahwa untuk mencapai peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang dapat memberi nilai tambah pada diri individu (masyarakat) itu sendiri mengenai penguasaan ilmu engetahuan, keterampilan, yang dapat mengantar kepertumbuhan ekonomi, peningkatan produktivitas kerja, martabat, dan kesejahteraan hidupnya, hanya dapat dicapai lewat penuntasan pelaksanaan pendidikan untuk semua.

Jumat, 29 April 2011

PERMUDAH LAYANAN IZIN, BPPT SEGERA LUNCURKAN MOBIL KELILING

Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Bandung segera meluncurkan mobil keliling untuk memudahkan masyarakat dalam proses pengajuan izin perdagangan. Mobil ini dilengkapi laptop dan jaringan internet.

"Namanya Mobile Service. Ini bertujuan untuk memberikan pelayanan mudah bagi masyarakat Bandung. Jadi nanti kami yang mendekat ke lingkungan warga," jelas Kepala BPPT Bandung Dandan Riza Wardana.

Dandan menyampaikan hal tersebut saat ditemui wartawan disela acara Silaturahmi Galuh Pakuan di The Kartipah, Jalan H Djuanda, Kota Bandung, Sabtu (9/4/2011).

"Sekitar Juni nanti sudah mulai berjalan layanan mobile service. Tapi sementara hanya untuk melayani izin perdagangan," papar Dandan.

Ia menjelaskan, secara teknis layanan tersebut masih perlu dibicarakan lagi. Secara gambaran sementara, sambung Dandan, layanan itu tak jauh beda dengan SIM Keliling.

"Teknisnya masih dipikikan. Tapi memungkinkan juga mobil layanan itu datang ke wilayah kecamatan dan kelurahan di Kota Bandung," terangnya.

Dandan menambahkan di masa mendatang BPPT juga bakal membuka gerai yang berlokasi di tempat belanjaa seperti mal.

PEMBERDAYAAN UKM MASUK AGENDA PERTEMUAN ASEAN


JAKARTA: Indonesia akan mengangkat isu perkembangan usaha kecil menengah (UKM) pada pertemuan masyarakat Asean yang akan berlangsung pada 2 Mei 2011 di Gedung Smesco UKM Indonesia, Jakata Selatan.
I Wayan Dipta, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya KUMKM Kementerian Koperasi dan UKM, mengatakan, Indonesia selaku tuan rumah pertemuan, berkepentingan langsung terhadap isu tersebut, sehingga mengedepankan tema tentang perkuatan UKM.
Tema yang diusung pada pertemuan tersebut adalah Towards Inproving Policy Regime for SME’s in The Asean. Pada awal acara tersebut, Wayan Dipta akan tampil pertama untuk mengawali pertemuan, dan direncanakan ditutup Menteri Koperasi dan UKM Sjarifuddin Hasan.
”Kenapa kita menangkat isu tentang perkembangan UKM? Karena selama ini 4 pilar dalam rangka menuju masyarakat Asean, yakni UKM, kurang tersentuh. Itu sebabnya Indonesia akan memilih pemberdayaan sektor riil,” ujar I Wayan Dipta kepada Bisnis, hari ini.
Adapun yang terkait langsung terhadap pengembangan UKM dari 4 pilar itu tercantum pada pilar ketiga, yakni pembangunan ekonomi secara merata di kawasan Asia Tenggara. Para pemimpin Asean bahkan dinilai belum memiliki perhatian khusus terhadap sektor ini.
Tema itu kata dia, sangat pantas diangkat, karena di Asean tercatat pelaku ekonomi masih didominasi oleh pelaku UKM hingga 96% lebih. Kontribusi UKM pada PDB masing-masing angota Asean bahkan mencapai 30-57%.
Dari sisi penyerapan tenaga kerja, sektor UKM mampu menjadi andalan karena persentasenya mencapai antara 50-98%. Akan tetapi, dari sisi ekspor, kontribusi UKM Asean masih mencapai angka antara 19-31%.
Melalui pertemuan antar masyarakat pelaku UKM Asia Tenggara ini, Wayan Dipta optimistis bisa menjadi batu loncatan ke depan. Sebab, setelah itu akan ditindaklanjuti demean pertemuan tingkat menteri oleh seluruh negara anggota.
“Kalau dalam konteks penjabaran 4 pilar tersebut tidak bisa menyentuh perkembangan UKM, berarti ada yang tidak sempurna dan ketinggalan. Oleh karena itu kita sebagai tuan rumah berupaya mengangkat kembali sehingga pada 2015 kekuatan perekonomian Asean bisa merata.”
Menurut Wayan, setelah pertemuan masyarakat UKM Asean selesai, dan dilanjutkan dengan pertemuan setingkat menteri, lalu akan dikeluarkan semacam rekomendasi kepada masing-masing Negara.

KOPERASI


Bagi Masyarakat Indonesia, Koperasi sudah tidak asing lagi, karena kita sudah merasakan jasa Koperasi dalam rangka keluar dari kesulitan hutang lintah darat. Secara harfiah Kpoerasi yang berasal dari bahasa Inggris Coperation terdiri dari dua suku kata :
- Co yang berarti bersama
- Operation = bekerja
Jadi koperasi berarti bekerja sama, sehingga setiap bentuk kerja sama dapat disebut koperasi.
Pengertian pengertian pokok tentang Koperasi :
  1. Merupakan perkumpulan orang orang termasuk badan hukum yang mempunyai kepentingan dan tujuan yang sama.
  2. Menggabungkan diri secara sukarela menjadi anggota dan mempunyai hak dan kewajiban yang sama sebagai pencerminan demokrasi dalam ekonomi.
  3. Kerugian dan keuntungan ditanggung dan dinikmati bersama secara adil.
  4. Pengawasan dilakukan oleh anggota.
  5. Mempunyai sifat saling tolong menolong.
  6. Membayar sejumlah uang sebagai simpanan pokok dan simpanan wajib sebagai syarat menjadi anggota.
Sebetulnya suatu definisi itu meskipun banyak persamaannya, tetapi orang banyak yang memberi tekanan pada salah satu unsurnya. Hal ini tergantung pada perbedaan segi pandangan palsafah hidup orang yang mengemukakan tentang Koperasi, sebagai pelengkap dari pengertian koperasi menurut UU No. 12/1967 (undang undang pertama mengenai Koperasi Indonesia), diantaranya :
- Dr.C.C. Taylor
Beliau adalah seorang ahli ilmu Sosiologi, dapat diperkirakan tinjauan beliau adalah tinjauan yang menganggap bahwa Koperasi adalah konsep sosiologi. Menurutnya koperasi ada dua ide dasar yang bersifat sosiologi yang penting dalam pengertian kerja sama :
  1. Pada dasarnya orang lebih menyukai hubungan dengan orang lain secara langsung. Hubungan paguyuban lebih disukai daripada hubungan yang bersifat pribadi.
  2. Manusia (orang) lebih menyukai hidup bersama yang salig menguntungkan dan damai daripada persaingan.
Sesuai dengan pandangan Taylor tersebut Koperasi dianggap lebih bersifat perkumpulan orang daripada perkumpulan modal, selain dari sudut pandang ETIS/ RELIGIOUS dan sudut pandang EKONOMIS.
- Intenational Labour Office (ILO)
Menurut ILO definisi koperasi adalah sebagai berikut :
….. Cooperation is an association of person, usually of limited means, who have voluntaily joined together to achieve a common economic and through the formation of a democratically controlled businnes organization, making equitable
contribution of the capital required and eccepting a fair share of the risk and benefits of the undertaking.
Definisi di atas terdiri dari unsur unsur berikut :
  1. Kumpulan orang orang
  2. Bersifat sukarela
  3. Mempunyai tujuan ekonomi bersama
  4. Organisasi usaha yang dikendalikan secara demokratis
  5. Kontribusi modal yang adil
  6. Menanggung kerugian bersama dan menerima keuntungan secara adil.
- Margaret Digby
Menulis tentang “ The World Cooperative Movement “ mengatakan bahwa koperasi adalah :
  1. Kerjasama dan siap untuk menolong
  2. Adalah suatu usaha swasta tetapi ada perbedaan dengan badan usaha swasta lain dalam hal cara untuk mencapai tujuannya dan penggunaan alatnya.
- Dr. C.R Fay
…..suatu perserikatan dengan tujuan berusaha bersama yang terdiri atas mereka yang lemah dan diusahakan selalu dengan semangan tidak memikirkan diri sendiri sedemikian rupa. Sehingga masing masing sanggup menjalankan kewajibannya sebagai anggota dan mendapat imbalan sebanding dengan tingkat hubungan mereka dengan perserikatan itu.
- Dr. G. Mladenata
Didalam bukunya “ Histoire des Doctrines Cooperative “ mengemukakan bahwa koperasi terdiri atas produsen produsen kecil yang tergabung secara sukarela untuk mencapai tujuan bersama ,dengan saling bertukar jasa secara kolektif dan menanggung resiko bersama dengan mengerjakan sumber sumber yang disumbangkan oleh anggota.
- H.E. Erdman
Bukunya “ Passing Monopoly as an aim of Cooperative” mengemukakan definisi sebagai berikut :
  1. koperasi melayani anggota, yang macam pelayanannya sesuai dengan macam koperasi
  2. rapat anggota memutuskan kebijakan dasar juga mengangkat dan meberhentikan pengurus
  3. pengurus bertanggung jawab dalam menjalankan usaha dan dapat mengangkat karyawan untuk melaksanakan kebijaksanaan yang diterima dari rapat anggota.
  4. Tiap anggota mempunyai hak satu suara dalam rapat anggota tahunan. Partisipasi anggota lebih diutamakan daripada modal yang dimasukan.
  5. Anggota membayar simpanan pokok, wajib dan sukarela. Koperasi juga dimungkinkan meminjam modal dari luar.
  6. Koperasi membayar bunga pinjaman sesuai dengan batas yang berlaku yaitu sesuai dengan tingginya yang berlaku di masyarakat.
  7. SHU ( Sisa Hasil Usaha ) dibayar pada anggota yang besarnya sesuai dengan jasa anggota
  1. Dalam hal mengalami kegagalan, anggota hanya bertanggung jawab sebesar simpananya di koperasi
- Frank Robotka
Bukunya yang berjudul “ A Theory of Cooperative “ menyakan bahwa penulis penulis Amerika serikat umumnya menerima ide ide tentang koperasi sebagai berikut :
  1. koperasi adalah suatu bentuk badan usaha yang anggotanya merupakan langganannya. Koperasi diorganisasikan , diawasi dan dimiliki oleh para anggotanya yang bekerja untuk kemanfaatan mereka sendiri
  2. praktek usahanya sesuai dengan prinsip prinsip Rochdale
  3. Koperasi adalah suatu kebalikan dari persaingan yaitu bahwa anggota lebih bersifat kerja sama daripada bersaing diantara mereka
  4. Koperasi bukan perkumpulan modal dan tidak mengejar keuntungan, lain dengan badan usaha bukan koperasi yang mengutamakan modal dan berusaha mendapatkan keuntungan
  5. Keanggotaan koperasi berdasarkan atas perseorangan bukan atas dasar modal
- Dr. Muhammad Hatta
Dalam bukunya “ The Movement in Indonesia” beliau mengemukakan bahwa koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarka tolong menolong. Mereka didorong oleh keinginan memberi jasa pada kawan “ seorang buat semua dan semua buat seorang” inilah yang dinamakan Auto Aktivitas Golongan, terdiri dari :
  1. Solidaritas
  2. Individualitas
  3. Menolong diri sendiri
  4. Jujur
- UU No. 25 Tahun 1992 (Perkoperasian Indonesia)
Koperasi adalah Badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang beradasarkan atas dasar asas kekeluargaan.
Itulah beberapa pengertian mengenai Koperasi, yang sudah menjelaskan pengertian pengertian koperasi dari berbagai sisi. Namun jika hanya sebatas pengertian tidak akan cukup untuk lebih mengenal koperasi, maka akan dicoba menjelaskan selanjutnya mengenai hal hal apa saja yang ada di dalam manajemen koperasi.
2.1 Kurangnya pemahaman anggota/masyarakat terhadap koperasi dan Lebih Mengenal Koperasi…
APA KOPERASI ITU ?
Koperasi adalah Asosiasi orang orang yang bergabung dan melakukan usaha bersama atas dasar prinsip prinsip koperasi, sehingga mendapatkan manfaat yang lebih besar dengan biaya rendah melalui perusahaan yang dimiliki dan diawasi secara demokratis oleh anggotanya. Asosiasi berbeda dengan kelompok, asosiasi terdiri dari orang orang yang memiliki kepentingan yang sama, lazimnya yang menonjol adalah kepentingan ekonomi.
Tujuan koperasi yaitu menjadikan kondisi sosial dan ekonomi anggotanya lebih baik dibanding sebelum bergabung dengan koperasi.
APA PRINSIP KOPERASI ?
(UU No. 25 tahun 1992 tentang perkoperasian indonesia)
  1.  
    1. Keanggotaanya sukarela dan terbuka. Yang keanggotaanya bersifat sukarela terbuka bagi semua orang yang bersedia mengunakan jasa jasanya, dan bersedia menerima tanggung jawab keanggotaan tanpa membedakan gender.
    2. Pengawasan oleh anggota secara Demokratis. Anggota yang secara aktif menetapkan kebijakan dan membuat keputusan. Laki laki dan perempuan yang dipilih sebagai pengurus atau pengawas bertanggung jawab kepada rapat anggota. Dalam koperasi primer, anggota memiliki hak suara yang sama (satu anggota satu suara). Pada tingkatan lain koperasi juga dikelola secara demokratis.
    3. Partisipasi anggota dalam kegiatan ekonomi. Anggota menyetorkan modal mereka secara adil dan melakukan pengawasan secara demokratis. Sebagian dari modal tersebut adalah milik bersama. Bila ada balas jasa terhadap modal diberikan secara terbatas. Anggota mengalokasikan SHU untuk beberapa atau semua tujuan seperti di bawah ini :
- mengembangkan koperasi. Caranya dengan membentuk dana cadangan, yang sebagian dari dana itu tidak dapat dibagikan.
- Dibagikan kepada anggota. Caranya seimbang berdasarkan trnsaksi mereka dengan koperasi.
- Mendukung kegiatan lainnya yang disepakati dalam rapat anggota.
  1.  
    1. Otonomi dan kemandirian. Koperasi adalah organisasi yang otonom dan mandiri yang di awasi oleh anggotanya. Dalam setiap perjanjian dengan pihak luar ataupun dalam, syaratnya harus tetap menjamin adanya upaya pengawasan demokratis dari anggota dan tetap mempertahankan otonomi koperasi.
    2. Pendidikan, Pelatihan, dan Informasi. Tujuanya adalah agar mereka dapat melaksanakan tugas dengan lebih efektif bagi perkembangan koperasi. Koperasi memberikan informasi kepada masyarakat umum, mengenai hakekat dan manfaat berkoperasi.
    3. Kerja sama antar koperasi. Dengan bekerja sama secara lokal, nasional, regional dan internasional maka gerakan koperasi dapat melayani anggotanya dengan efektif serat dapat memperkuat gerakan koperasi.
    4. Kepedulian terhadap masyarakat. Koperasi melakukan kegiatan untuk pengembangan masyarakat sekitarnya secara berkelanjutan melalui kebikjakan yang diputuskan oleh rapat anggota.
APA SAJA JENIS KOPERASI ?
Jenis koperasi didasrkan pada kesamaan usaha atau kepentingan ekonomi anggotanya. Dasar untuk menentukan jenis koperasi adalah kesamaan aktivitas, kepentingan dan kebutuhan ekonomi anggotanya. Jenisnya adalah :
  1. Koperasi Produsen.
Koperasi produsen beranggotakan orang orang yang melakukan kegiatan produksi (produsen). Tujuannya adalah memberikan keuntungan yang sebesar besarnya bagi anggotanya dengan cara menekan biaya produksi serendah rendahnya dan menjual produk dengan harga setinggi tingginya. Untuk itu, pelayanan koperasi yang dapat digunakan oleh anggota adalah Pengadaan bahan baku dan Pemasaran produk anggotanya.
  1. Koperasi Konsumen
Koperasi konsumen beranggotakan orang orang yang melakukan kegiatan konsumsi. Tujuannya adalah memberikan keuntungan yang sebesar besarnya bagi anggotanya dengan cara mengadakan barang atau jasa yang murah, berkualitas, dan mudah didapat. Contoh :
- koperasi simpan pinjam
- koperasi serba usaha ( konsumen)

IQ dan kecerdasan anak

ANAK CERDAS TIDAK SELALU DILIHAT DARI TINGGINYA IQ
Anak cerdas tidak hanya memiliki Intelligence Quotient (IQ) diatas rata-rata, tapi juga memiliki motofasi dan rasa kreatifitas yang tinggi. Selain itu, anak cerdas juga mampu ,enyelesaikan masalah atau tugas.

Ciri anak cerdas berbeda dengan anak berbakat. Anak berbakat - anak yang memiliki keahlian serta keterampilan di suatu bidang, misalnya pintar menggambar, bercerita, menari, bermusik, menulis dan bakat lainnya.

Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak KPP & PA, yang juga menjadi anggota juri, Wahyu Hartomo, ajang pemilihan Jagoan Cerdas Indonesia 2011 baru pertama kali diadakan di Indonesia. Ajang ini disebutnya, sangat relevan dengan tugas Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang mendukung tumbuh kembang setiap anak.

Yang jelas, dari ajang ini akan dibuatkan jaringan anak berbakat agar eksistensi mereka dan bakat yang dimiliki 30 finalis tetap terpantau, ujar Wahyu Hartomo. (AF)

Menuju Komunitas Sehat

Jejak Menuju Komunitas Sehat: Bagaimana Mengembangkan Program Kesehatan Komprehensif bagi Usia Emas Pra Sekolah

dr. Maftuhah Nurbeti

“Whether or not children will be successful and healthy person
depends greatly on the quality of their experiences in early childhood”
[i]

Pengembangan program kesehatan komprehensif bagi anak usia emas prasekolah merupakan hal yang sangat penting dan cukup strategis. Hal ini berangkat dari pertimbangan bahwa pertama, telah terjadi peningkatan dramatis dalam masalah-masalah kesehatan pada masa anak-anak, yang sebenarnya dapat diubah dengan langkah-langkah pencegahan dasar. Dengan demikian, serangkaian aksi, kegiatan, dan intervensi menjadi hal yang mutlak dibutuhkan.
Kedua, usia prasekolah merupakan periode emas yang sangat penting untuk membentuk kebiasaan dan model perilaku seseorang. Tiga penyebab utama morbiditas dan mortalitas (penyakit jantung, kanker, dan stroke), misalnya, memiliki sejumlah faktor risiko termasuk gaya hidup yang bisa dicegah dengan menerapkan kebiasaan dan perilaku hidup sehat yang bisa dimulai di usia dini. Demikian halnya dengan risiko-risiko kesehatan di usia remaja seperti narkoba maupun masalah-masalah kesehatan reproduksi.

Pendidikan kesehatan berbasis sekolah akan dapat membantu anak mengembangkan pengetahuan, keterampilan, motivasi serta dukungan yang mereka butuhkan untuk memilih perilaku yang meningkatkan kesehatan, dan menahan diri dari kebiasaan-kebiasaan yang menempatkan diri mereka pada risiko kesehatan maupun masalah sosial dan kegagalan sekolah.
Pada sekolah yang sehat, anak-anak dapat lebih siaga, lebih fokus dan terlepas dari mendapatkan kekurangan-kekurangan di sekolah. Bukan hanya lebih baik, tapi mereka juga mempelajari perilaku sehat seumur hidup. Dalam hal ini, pendidikan kesehatan dibuktikan berpengaruh untuk mewujudkan anak-anak yang sehat.[ii] Sedangkan, kesehatan anak-anak dan pendidikan kesehatan pada usia pra sekolah secara signifikan sangatlah berhubungan dengan prestasi anak disekolah dan kesehatan serta kesuksesan di kehidupan selanjutnya.1,[iii]

Pertimbangan ketiga adalah lembaga pendidikan prasekolah memiliki jumlah yang cukup besar yaitu 57.793 sekolah dengan jumlah total siswa sebesar 2.740.448 di seluruh Indonesia.[iv] Jumlah yang besar menjadikan lembaga-lembaga tersebut cukup strategis untuk turut dilibatkan dalam program-program kesehatan untuk mencapai tujuan dan visi misi di bidang kesehatan maupun penelitian-penelitian untuk kemajuan bidang kedokteran. Sebagai contoh, di Amerika dilakukan imunisasi HiB massal melalui taman kanak-kanak.[v] Kelengkapan imunisasi juga telah lama digunakan di beberapa negara sebagai prasayarat pendaftaran siswa baru. Dalam bentuk yang lain, pemeriksaan urin siswa selain bisa menjadi program screening untuk deteksi penyakit ginjal, juga bisa dilakukan untuk meneliti kelainan-kelainan asimtomatik.[vi],[vii] Di samping itu, ternyata banyak hal yang bisa didapatkan oleh sekolah maupun pemerintah dari laporan penilaian kesehatan di sekolah anak, seperti yang diperoleh dari 4000 laporan penilaian kesehatan sekolah yang dilakukan oleh sebuah pusat kesehatan anak.[viii]

Patut disayangkan, di samping jumlah siswa yang besar tersebut, saat ini 80% dari 26,17 juta anak usia dini belum tersentuh oleh pendidikan usia dini. Oleh karena itu, pemerintah melalui rencana strategis Departemen Pendidikan Nasional menggalakkan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini oleh berbagai komponen masyarakat.[ix] Sebagai perbandingan, anak-anak di negara lain seperti Singapura, semua anak telah terjangkau dengan pendidikan anak usia dini. Sementara itu, anak-anak usia dini di Indonesia masih berada di bawah bayang-bayang ancaman gizi buruk. Data tahun 2002 menyebutkan bahwa terdapat 1,3 juta anak yang memiliki masalah kekurangan gizi. Di Yogyakarta sendiri, saat ini tercatat angka lonjakan tajam sebanyak 2.254 balita dengan gizi buruk, sehingga Dinas Kesehatan meluncurkan program GARBA (Gerakan untuk Kesejahteraan Balita) tanggal 9 Agustus lalu. Padahal, setiap anak dengan gizi buruk berisiko untuk kehilangan Intellegence Quotient (IQ) 10-13 point. Artinya, bangsa kita terancam untuk kehilangan IQ sebesar lebih dari 22 juta point. Tidaklah mengherankan, Indeks Pembangunan Manusia kita masih berada di posisi ke 111 dari 173 negara.

Dengan demikian, upaya-upaya pengembangan program kesehatan melalui taman kanak-kanak dan lembaga PAUD yang lain patut dihargai. Departemen kesehatan pun telah lama pula merencang program UKS dengan triprogramnya. Sekalipun demikian, hal-hal yang akan diuraikan kemudian diharapkan dapat memberikan masukan mengenai bagaimana mengembangkan program-program kesehatan secara lebih komprehensif, tepat sasaran, dan melalui cara-cara yang paling sesuai dengan usia perkembangan anak prasekolah agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai secara maksimal.

Pengembangan Program Kesehatan Prasekolah dengan Pendekatan Komprehensif
Program kesehatan bagi anak usia prasekolah tidaklah hanya diwujudkan dengan adanya pendidikan kesehatan kesehatan dalam kurikulum atau berupa intervensi yang hanya bertujuan untuk prevensi pada tingkat perilaku saja, sedangkan tingkat kondisional masih kurang diperhatikan. Hal inilah yang ditemukan dalam sebuah assesment terhadap lembaga-lembaga pendidikan prasekolah di Jerman.[x] Di konteks Indonesia, program UKS dengan konsep triprogramnya telah menggabungkan antara pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pembinaan lingkungan kehidupan sekolah sehat. Namun, perlu dievaluasi apakah program yang dijalankan selama ini telah benar-benar bersifat komprehensif.

Kesehatan sekolah komprehensif dimaknai sebagai sebuah spektrum yang luas dari program-program, kebijakan, pelayanan, dan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di sekolah dan masyarakat sekitarnya. Dengan demikian, kesehatan sekolah komprehensif mengusahakan adanya rencana kemitraan dan kolaborasi yang bersifat aktif di antara semua orang dan pihak yang dapat memberikan kontribusi untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan siswa, misalnya guru, rekan sebaya, orang tua, tenaga profesional, maupun kelompok masyarakat. Sehingga setidaknya, model kesehatan sekolah yang komprehensif ini telah melibatkan empat elemen yang utama, antara lain instruksi, layanan pendukung, dukungan sosial, dan lingkungan yang sehat.

Hal lain yang juga menjadi kebutuhan adalah evaluasi dari program. Karena hal inilah yang sering dilupakan. Pengukuran yang terstandardisasi akan sangat membantu kesuksesan dan efektivitas dari program kesehatan yang dilaksanakan. Dalam pelaksanaannya, menjadi suatu hal yang penting pula untuk menghubungkan dan memanfaatkan program-program yang sudah ada daripada membuat program baru.

Dalam program pendidikan kesehatan yang komprehensif, segala aspek dari perkembangan siswa turut diperhatikan, yaitu perkembangan fisik, emosi, moral, dan spiritual. Semua program didasarkan pada pengetahuan akan fakta-fakta dan nilai-nilai yang mendasar. Kepercayaan atau prinsip-prinsip agama siswa juga akan dihargai karena hal tersebut juga mempengaruhi kesehatan mereka. Dengan demikian program kesehatan komprehensif memiliki lebih dari sekedar tujuan kependidikan.

Untuk mencapai tujuannya, pendidikan kesehatan pra sekolah menyediakan koordinasi dan sumber daya pada delapan wilayah komponen kesehatan sekolah, yaitu pendidikan kesehatan sekolah, pelayanan kesehatan sekolah, lingkungan fisik yang aman, pelayanan konseling, psikologi, dan sosial, pendidikan olah raga, pelayanan gizi, promosi kesehatan di sekolah bagi staff dan guru, serta keterlibatan keluarga dan masyarakat.

Pendidikan Kesehatan Prasekolah: Tujuan dan Filosofi
Pendidikan kesehatan merupakan salah satu bagian dari program kesehatan komprehensif. Namun demikian, sebagaimana yang disebutkan pada akhir bagian di atas, hendaknya tujuan yang dicapai lebih dari sekedar tujuan kependidikan. Filosofi yang dipakai adalah bahwa pendidikan kesehatan ini adalah pendidikan untuk kesehatan, bukan pendidikan tentang kesehatan Jadi, pendidikan kesehatan bukan hanya sekedar memberikan informasi atau semacam kursus pengetahuan.

Artinya, pendidikan kesehatan hendaknya mempromosikan dan memfasilitasi penerapan dari pengetahuan ke dalam tindakan-tindakan yang disebut dalam health action model sebagai perilaku yang meningkatkan kesehatan dan menurunkan perilaku-perilaku berisiko kesehatan ke dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini didasarkan dari premis bahwa jika pengetahuan kesehatan telah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, akan makin banyak individu di dalam komunitas kita, maupun masyarakat kita secara keseluruhan yang akan menikmati keuntungan dari memiliki kesehatan yang lebih baik.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan kesehatan saat ini adalah membantu peserta didik untuk mempelajari dan mempraktekkan keterampilan sosial maupun personal untuk mempromosikan dan melindungi kesehatan mereka.[xi] Kemampuan personal dan kemampuan sosial yang disebut disini antara lain meliputi tujuh aspek kemampuan untuk mempelajari wilayah isi pendidikan yang menjadi prioritas. Tujuh aspek kemampuan tersebut meliputi kemampuan memahami konsep-konsep inti, kemampuan mengakses informasi, manajemen diri, kemampuan menganalisis pengaruh, komunikasi, pengambilan keputusan dan penetapan tujuan, serta kemampuan untuk melakukan advokaksi.

Sementara itu, wilayah-wilayah yang menjadi prioritas untuk dipromosikan dalam muatan pendidikan antara lain kesehatan mental maupun emosional, kegiatan fisik dan pola makan yang sehat, kesejahteraan dan kesehatan personal, keamanan dan pencegahan kekerasan, gaya hidup bebas tembakau, gaya hidup bebas alkohol dan narkoba, serta kesehatan dan tanggung jawab reproduksi. Meskipun demikian, masih terdapat perbedaan mengenai perlu tidaknya pendidikan masalah kesehatan reproduksi, seperti pengenalan AIDS pada tingkat prasekolah.[xii]
Pemahaman terhadap tujuan-tujuan tersebut akan sangat membantu dalam penentuan indikator-indikator, pembuatan contoh-contoh, perancangan strategi pembelajaran dan penilaian hingga pencarian dan penyusunan daftar sumber-sumber yang dibutuhkan. Pedoman kurikulum pendidikan kesehatan prasekolah di Elkhart dapat menjadi contoh yang cukup baik dalam hal ini.[xiii]

Menciptakan Prakondisi dan Kondisi: Prinsip-prinsip dalam Pengembangan Program Kesehatan Prasekolah
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, program kesehatan berbasis taman kanak-kanak dapat membantu anak-anak untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, motivasi, serta dukungan yang mereka butuhkan untuk memilih perilaku yang meningkatkan kesehatan dan menahan diri dari perilaku yang menempatkan mereka pada risiko dan kegagalan sekolah. Namun, patut disayangkan, wilayah pokok bahasan seperti pendidikan kesehatan ini cenderung kurang menonjol dalam kurikulum sekolah.

Dalam menyusun program kesehatan komprehensif maupun kurikulum, hendaknya dipegang beberapa prinsip penting yang bisa dijadikan sebagai acuan. Prinsip-prinsip yang dikembangkan dalam Model Program Pengembangan Taman Kanak-kanak Sehat Republik Cekoslovakia berikut ini cukup relevan untuk dijadikan gambaran.[xiv] Seperti dalam bahasan mengenai pendekatan komprehensif di atas, setidaknya program kesehatan dilaksanakan melalui tiga cara, yaitu menciptakan kondisi untuk kesehatan dan kesejahteraan anak, mendidik anak mengenai gaya hidup sehat, dan membangun kemitraan sosial dan profesional untuk program kesehatan tersebut.

1. Menciptakan kondisi untuk Kesehatan Anak

Dalam menciptakan kondisi untuk kesejahteraan dan kesehatan anak, prinsip pertama yang harus dipahami berkaitan dengan konsep kesehatan holistik. Artinya, pengertian kesehatan hendaknya dipahami sebagai gabungan dari kesejahteraan fisik, mental, sosial dan spiritual. Pengertian sehat yang dikemukakan oleh WHO juga menyebutkan hal yang hampir serupa.
Selanjutnya, TK yang sehat hendaknya memenuhi dan memberikan penghargaan terhadap kebutuhan anak. Kebutuhan ini dapat berupa kebutuhan umum mereka sebagai seorang manusia, kebutuhan spesifik sebagai seorang anak sesuai usianya, maupun kebutuhan mereka secara individual. Kebutuhan orang dewasa pun, dalam hal ini guru dan orang tua, juga harus diperhatikan mengingat kesehatan dan kesejahteraan mereka akan memberikan pengaruh pada kesehatan anak.

Berpangkal dari kebutuhan alami dan ketertarikan anak-anak, TK yang sehat juga menyediakan ruang, alat, dan waktu untuk anak-anak bermain secara spontan. Dunia anak adalah dunia bermain, sehingga dalam strategi pembelajaran, permainan menjadi kegiatan utama dalam proses pembelajaran dan pengembangan diri anak (menggunakan metode fun education). Berbagai jenis permainan dapat diciptakan dan dikemas secara menarik sehingga disukai oleh anak-anak dan tanpa sadar nilai-nilai akademis yang ingin dicapai menjadi tertanam dalam dan terinternalisasikan. Sebagai contoh, permainan-permainan menarik yang dirancang oleh Activity Promotion Laboratory telah banyak diterapkan, disukai, dan berhasil mencapai tujuan pendidikan.[xv]

Di samping permainan, hendaknya juga diciptakan pula lingkungan yang memungkinkan anak untuk bergerak secara bebas, kegiatan rutin harian yang bersifat optimal, serta pemberian gizi secara seimbang. Hal ini dilakukan untuk melindungi dan memperkuat kesehatan anak-anak. Dengan diet yang seimbang, diharapkan kebutuhan anak akan terpenuhi, termasuk kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang, melakukan regenerasi jaringan, kekebalan tubuh dari pengaruh internal dan eksternal, maupun untuk tampilan fisik dan mental anak. Diet yang bergizi merupakan faktor penting bagi kesehatan dan kesejahteraan anak.

Terhadap aspek non fisik, program TK sehat juga memberikan perhatian dan dukungan terhadap perkembangan psikologis alami pada anak-anak. Hal ini dilakukan antara lain dengan membantu anak-anak untuk mampu menghargai diri mereka sendiri (memperbaiki kepercayaan diri), menciptakan lingkungan yang positif secara emosional, melindungi anak-anak dari situasi yang menimbulkan tekanan psikis, serta memperkuat ketahanan psikis
mereka.

Selain dukungan terhadap kepercayaan diri anak, iklim sosial di lingkungan taman kanak-kanak dibangun dengan dasar saling percaya, saling menghormati, memberikan empati, serta saling bekerja sama antar komponen-komponen yang ada dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan di taman kanak-kanak.

Berkaitan dengan aturan-aturan yang diterapkan pada lembaga pendidikan prasekolah, TK sehat membuat kerangka aturan yang tersusun untuk kehidupan sehari-hari anak. Dengan demikian, akan tercipta keteraturan yang berirama. Meskipun demikian, guru masih tetap memiliki ruang untuk bersikap lentur dalam membuat keputusan. Guru juga dapat membangun komunikasi yang efektif dengan para orang tua untuk melakukan saling tukar informasi.
Adapun, karena kualitas dari lingkungan amat mempengaruhi kesejahteraan semua orang yang terlibat, maka TK sehat menciptakan lingkungan yang menyenangkan secara estetika, yang memberikan sambutan yang hangat, yang memberikan inspirasi, dan tentu saja yang higienis.

2. Pendidikan Gaya Hidup Sehat

Selain dalam penciptaan kondisi-kondisi seperti yang disebutkan di atas, program kesehatan pada usia prasekolah juga meliputi adanya pendidikan gaya hidup sehat. Dalam hal ini, prinsip yang harus dipegang adalah pendidikan yang bersifat dini dan proses pembelajaran yang berbasiskan pengalaman. Kembali kepada tujuan umum pendidikan kesehatan, peserta didik diharapkan untuk dapat tumbuh dan merawat kesehatan mereka dan juga orang lain sebagai sebuah nilai yang tak tergantikan dan menjadi prekondisi bagi sebuah kehidupan yang bernilai. Isi dari pendidikan kesehatan tersebut dapat dikembangkan dari tema-tema dasar seperti fisiologi, kesehatan mental dan kepribadian, hubungan interpersonal, maupun sikap terhadap kehidupan, masyarakat, dan alam. Semuanya dikemas dalam bentuk yang mudah dipahami oleh tingkat usia prasekolah.

Karena menggunakan proses pembelajaran yang berbasis pengalaman, maka TK sehat memilih pendekatan-pendekatan atau metode yang secara alami sesuai untuk anak usia prasekolah. Artinya, anak-anak belajar sambil bermain. Hal ini mereka lakukan melalui proses eksperimen dan pencarian pengalaman. Apabila hendak diterapkan pembelajaran yang terorganisasi (mengajarkan melalui cara-cara yang terencana), sebaiknya bukan dengan memberikan ceramah, melainkan mencoba untuk melakukannya, mencontohkan, atau menciptakan situasi yang secara alami dapat menjadi model bagi anak-anak didik tersebut.

3. Dukungan sosial dan Profesional

Unsur lain yang juga tidak dapat dipisahkan dalam program kesehatan prasekolah adalah membangun kemitraan dukungan sosial dan profesional. Dalam hal ini, pada prinsipnya, lembaga pendidikan prasekolah mengembangkan gaya manajemen yang berdasarkan keterlibatan dan kerjasama seluruh anggota komunitas pendidikan. Selanjutnya, lembaga pendidikan membangun kemitraan dengan keluarga (membentuk komunitas taman kanak-kanak dan keluarga). Hal ini dilakukan karena dalam program promosi kesehatan yang dilakukan sekolah, keluarga merupakan prasayarat yang terkuat untuk efektivitas pelaksanaan program. Tanpa dukungan keluarga, bisa jadi apa yang sudah didapatkan anak didik di sekolah menjadi tidak berkesinambungan. Oleh karena itu, hendaknya terjalin hubungan interaksi dan kerjasama yang bersifat timbal balik antara rumah dengan sekolah. Bahkan, yang dibangun bukan hanya sekedar kemitraan, melainkan juga keterbukaan dan toleransi antara kedua belah pihak. Dan karena setiap anak memiliki latar belakang kehidupan yang berbeda-beda, pihak sekolah hendaknya memberikan perhatian pada hal ini dan sebisa mungkin mengerahkan usaha untuk melindungi anak dari pengaruh-pengaruh buruk dan berbahaya yang mungkin saja ia dapatkan dari kehidupan keluarganya atau segera menggantikan apabila ada yag tidak ia dapatkan di rumah. Sebaliknya, apabila anak mendapatkan hal-hal yang positif, pihak sekolah berusaha untuk memperkuatnya.

Sementara itu, sebagai elemen utama yang sangat berpengaruh, gaya hidup sehat para guru menjadi hal yang dipersyaratkan. Diharapkan, para guru memiliki segenap kualitas kemampuan yang dapat mewujudkan kesuksesan program. Tentu saja karena guru adalah teladan yang akan menjadi contoh bagi pada anak didik yang akan melakukan proses imitasi. Sikap dan kebiasaan gaya hidup yang sehat akan menjadi model bagi mereka.

Selain melibatkan masyarakat dalam program kesehatan TK, sebagai bagian dari keseluruhan masyarakat yang lebih luas, dan menjadi prekondisi bagi stabilitas masyarakat, hendaknya TK ikut serta dan terlibat pula dalam kegiatan-kegiatan dan program-program masyarakat. Dengan demikian, TK dapat membangun iklim sosial yang lebih berkualitas dan memperkaya kehidupan spiritual maupun budaya masyarakat.

Terakhir, untuk mempersiapkan para siswa menuju pendidikan berikutnya di Sekolah Dasar, akan sangat baik bila TK menjalin hubungan dengan sekolah dasar di lingkungannya, guna menghilangkan kecemasan anak dan memperlancar transisi dari TK ke SD. Hal ini berpangkal dari adanya kepercayaan bahwa mengikuti sekolah adalah bermakna dan bermanfaat, sepanjang mereka percaya pada kemampuan yang dimiliki dan merasa cukup percaya diri untuk menjadi siswa SD yang baru.

Penutup
Akhirnya, dengan peran strategis yang dimainkan oleh lembaga pendidikan prasekolah, program kesehatan hendaknya dikembangkan secara komprehensif, dengan pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, penciptaan kondisi yang sehat dan mendukung, serta bangunan kemitraan dengan berbagai pihak yang terlibat di masyarakat. Dengan anak-anak yang sehat dan membawa potensi untuk hidup sehat sepanjang hidupnya, bukan tidak mungkin akan tercipta anggota masyarakat yang sehat menuju komunitas yang sehat.***

Reference:
[i] Center for Mental Health in Schools UCLA (2006) Preschool Programs: A Synthesis of Current Policy Issues. Center for Mental Health in Schools. Los Angeles. UCLA
[ii] Blom Hoffman J, Dupaul GJ (2003) “Scholl-based Health Promotion: The Effect of a Nutrition Education Program.” School Psychology Review, volume 32 2003
[iii] Mangione, Peter L (1992) Links to Success: New Thinking on The Connection Between Preschool, School, and Community. Penerbit Far West Laboratory for Educational Reasearch and Development. USA
[iv] Depdiknas (2007) Gambaran Umum Taman Kanak-Kanak menurut Status Sekolah. www.depdiknas.go.id/statistik/0607/tk_0607/tbl_01.pdf
[v] Galil K, Singleton R; Levine OS, Fitzgerald MA, Bulkow L, Getty M, Perkins BA, Parkinson A (1999) “Reemergence of Invasive Haemophilus Influenzae Type b Disease in a Well-Vaccinated Population in Remote Alaska” The Journal of Infectious Diseases 1999, vol. 179, no 1, pp. 101-106 (24 ref.)
[vi] Arbus, GS (1977) Urinary Screening Program to Detect Renal Disease in Preschool and Kindergarten Children. Canadian Med Assoc Journal. 1977 May 21; 116(10): 1141–1142
[vii] Arbus GS, William RC (1976) Preschool Detection of Asymptomatic Bacteriuria: a Public Health Program.
[viii] Clemens C, Doolittle RP, Hoyle M (2002) Kindergarten Health Assessment Reports: What Do Schools Really Learn From Them? Clinical Pediatric (Phila). 2002 Mar;41(2):93-8
[ix] Departemen Pendidikan Nasional (2007) Naskah Akademik dan Rambu-Rambu Penyelenggaraan PAUD. Departemen Pendidikan Nasional.
[x] Wagner N, Meusel D, Höger C, and Kirch W (2005) “Health Promotion in Kindergarten Children: An Assessment of Evaluated Projects in Germany”. Journal of Public Health. Volume 13, Number 6 / November, 2005
[xi] Pateman, Beth (2006) “Hawaii’s “7 by 7” for School Health Education: A Presentation on Integrating The National Education Standards with Priority Content Area for Todays School Health Education in Grades Kindergarten Through 12” Preventing Chronic Disease Volume 3 no 2, April 2006.
[xii] Gross, Jane (2008) “Talk About AIDS in Kindergarten? The Teachers Say Don’t”. Palo Alto Journal. August 2008
[xiii] Elkhart Community School (2005) Kindergarten Health Curriculum Guide. Elkhart Community School. Agustus 2005
[xiv] Havlinove M, Kopriva P (1996) The Healthy Kindergarten: A Model Project of Health Promotion in The Kindergarten of The Czech Republic. Penerbit Spirala Tresnova. Republik Cekoslovakia.
[xv] Mahar MT, Kenny RK, Shields AT, Scales DP, Collins G (2006) ENERGIZERS, Classroom Based Physical Activities: The Way Teacher Integrated Physical Activity With Academic Concepts. Activity Promotion Laboratory, College of Health and Human Performance, East Carolina University. Amerika Serikat