BERANDA

Jumat, 29 April 2011

MANFAAT FACEBOOK

“Fesbukan Berkualitas: Agar “networking” tidak menjadi “not-working”


Mandi boleh dua kali sehari, makan lebih pas kalau sehari tiga kali, tapi up date status di fb? aneh rasanya kalo cuma sekali sehari, “apa kata dunia?”
Siapa yang tak mengenal Facebook? Situs jejaring sosial ini mulai digandrungi penggunanya sejak muncul pertama kali pada awal tahun 2004. Menurut data statistik yang dikumpulkan ComScore,pertumbuhan jumlah pengunjung Facebook per Juni 2008, meningkat 153% dari tahun sebelumnya. Hal tersebut menjadikan Facebook sebagai salah satu situs jejaring sosial yang tumbuh paling pesat di dunia. Di kawasan Asia Pasifik saja, pertumbuhan Facebook melonjak 458%. Bahkan, Indonesia disebut sebagai “the fastest growing country on Facebook in Southeast Asia” , pengunaan Facebook di Indonesia mengalahkan pertumbuhan pengguna Facebook di China dan India yang merupakan peringkat teratas populasi penduduk di dunia.
Facebook sudah mewabah di Indonesia sejak 2008. Facebook digemari masyarakat karena fitur yang disediakan jauh lebih banyak dan menarik. Bahkan kini, Facebook sudah bisa di akses melalui ponsel dengan kategori smartphone semacam iPhone ataupun BlackBerry. Dengan handphone sejenis itu dapat diinstal aplikasi Facebook ke dalamnya. Maka, tak heran jika sejauh mata memandang mulai dari anak-anak sekolahan, pedagang kaki lima, ibu rumah tangga, mahasiswa hingga para executive kantoran rajin melatih jempol mereka dengan menari-nari diatas keypad handphone, Facebook selalu ada dalam genggaman. Up date status dan berbalas comment sudah menjadi kebiasaan.
Banyak manfaat yang didapat dengan memiliki account dalam jejaring sosial ini,selain sebagai media penghubung antar teman yang terpisah jarak dan ajang networking dengan banyak pihak. Facebook juga memberikan manfaat lain seperti pencarian informasi lowongan pekerjaan, online shopping, kampanye politik, konsultasi pendidikan bahkan beberapa orang memanfaatkannya sebagai ajang pencarian jodoh. Fitur game online dan chat dalam Facebook pun menjadi salah satu hiburan yang dijadikan refreshing ketika penat melanda.
Namun, di tengah-tengah banyaknya manfaat yang ditawarkan Facebook. Situs jejaring ini juga sempat menuai kontroversi, bahkan kabarnya MUI (Majelis Ulama Indonesia) pernah memfatwakan haram untuk jejaring sosial ini. Apa sebab? Tak pelak, penyebab utamanya adalah user yang menggunakannya secara berlebihan. Akibatnya bukan manfaat yang di dapat, tapi justru kerugian besar.
Di India, dilakukan studi antara hubungan aktivitas ber-Facebook ria dengan produktivitas karyawan. Hasil studi mengatakan adanya penurunan kinerja karyawan sampai 12.5%. Data tersebut mengambil sampel dari 4.000 orang karyawan perusahaan, dengan rentang umur 21 tahun di 60 kota besar di India. Hampir separuh karyawan mengakses Facebook selama jam kerja. Empat dari sepuluh orang mengaku memasukan data ditempat kerja mereka, 83% mengatakan tidak masalah mengakses internet selama jam kerja. Dan pada akhirnya, banyak perusahaan yang memblokir situs jejaring ini. Maka tak jauh dari India, fenomena serupa pun terjadi di Indonesia. Banyak perusahaan dan kantor pemerintahan yang akhirnya memblokir situs ini. Alasannya tak lebih dan tak kurang, karena penurunan kinerja karyawan.
Tak hanya perusahaan, beberapa kampus yang menyediakan Wi-Fi secara cuma-cuma juga melakukan hal yang sama. Facebook diblokir karena mahasiswanya lebih banyak mengakses situs jejaring sosial tersebut dibandingkan dengan mengakses situs yang relevan dengan bidang studi mereka. Sampai disini, sepertinya facebook dilihat seperti ancaman. Benarkah demikian?
Baiklah, jika perusahaan, kantor pemerintahan hingga kampus secara terang-terangan mampu melakukan pemblokiran, bagaimana dengan aktivitas fesbukan via handphone? Siapa yang mampu memblokirnya? Alih-alih meningkatkan kinerja karyawan dengan memblokir situs Facebook, pihak perusahaan bahkan mungkin tak pernah tau jika secara diam-diam karyawannya meng- update status dan berbalas comment via handphone -nya pada saat jam kerja, Siapa yang tahu?. Dan mahasiswa, dalam keramaian kelasnya, ketika diterangkan dosennya, ditengah-tengah keseriusan dalam membahas satu bahasan tertentu ternyata asyik masyuk merunduk, menatap handphone, melihat profil temannya via hanphone, bermain Facebook ketika kelas berlangsung. Siapa yang mampu menghalanginya?
Maka, jika sudah demikian pantaslah Facebook yang semulanya sebagai media networking beralih fungsi menjadi media yang menjadikan user -nya not-working. Karena candu yang berlebihan pada Facebook membuat banyak aktivitas tidak berjalan sebagaimana mestinya. Mengkambinghitamkan Facebook adalah sebuah kesalahan. Kenapa? Karena Facebook hanyalah alat. Dengan kata lain, Facebook dikembangkan sebagai sebuah ‘alat’ komunikasi yang dapat menghubungkan manusia satu dengan yang lain tanpa terpaut jarak dan waktu. Dan pada dasarnya, sebuah alat itu bersifat bebas nilai karena alat hanyalah ‘sarana’. Namun ketika ada campur tangan nilai dan kepentingan ke mana arah manfaat dan tujuan penggunaan sebuah alat, maka status alat tersebut tidak lagi bebas nilai.
Sebagaimana diketahui, sebuah alat diciptakan untuk mempermudah kehidupan manusia, dalam hal ini, manusialah subjeknya. Dan sebuah alat hanya melakukan pekerjaan sebagaimana yang diinginkan oleh subjeknya. Sebagai contoh, sebuah pisau dapur dapat digunakan untuk pekerjaan di dapur, misalnya; memotong sayuran. Namun, ternyata sebuah pisau dapur juga dapat disalahgunakan sebagai alat yang tidak sesuai dengan fungsi awalnya, misalkan untuk melukai atau bahkan membunuh orang lain. Jika sebuah pisau dapur digunakan untuk membunuh orang lain, yang membunuh bukanlah pisau dapurnya, melainkan orang yang menggunakan pisau dapur tersebut. Baik buruknya sebuah alat, tergantung dari subjek yang menggunakannya. Jadi bukan alat yang salah, melainkan subjeknyalah yang salah.
Sebagaimana konsep Jean-Paul Sartre, dalam kajian ontologis mengenai ‘keber-ADA-an sebuah benda’ yang dikenal dengan istilah “être-en-soi” atau being-in-itself. Ia menyatakan, benda-benda hadir di dunia setelah ditentukan lebih dulu identitas (esensi)-nya, sifatnya “être-en-soi” . Dengan sifatnya yang seperti ini, benda-benda tidak memiliki potensi di luar konsepsi awalnya, berbeda dengan being of persons. Sebagai contoh sebuah komputer, sebelum komputer tersebut dirakit, telah dikonsepsikan sebagai alat yang mempermudah pekerjaan manusia. Karena itu ia tergeletak begitu saja tanpa kesadaran, tak punya potensi untuk melampaui keadaannya yang sekarang; eksistensinya mampat karena esensinya mendahului eksistensi. Begitu pula dengan Facebook, esensi dan potensinya sebagai sebuah situs jejaring sosial ditentukan terlebih dahulu oleh pencipta awal sekaligus pengembangnya, barulah eksistensinya menyusul kemudian. Selama esensi dan potensi itu tidak digunakan oleh penggunanya, maka Facebook bukanlah apa-apa selain sebuah situs yang teronggok tak berdaya. Penggunanyalah yang menggerakkan dan memberdayakan esensi dan potensi Facebook untuk kemudian disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Dan baik-buruknya juga ditentukan oleh bagaimana pengguna tersebut menggunakannya
Jadi, semuanya kembali kepada pribadi masing-masing. Karena pemblokiran seperti apapun tetap tidak akan berfungsi jika tiap pribadi tidak sadar akan dampak negatif kecanduan Facebook dan tidak ada upaya dalam mengendalikan diri dari kecanduan Facebook. Sah-sah saja kecanduan Facebook, malah patut diteruskan, jika ‘candu’ itu membuat manusia lebih produktif. Tapi jika sebaliknya, maka harus dikaji lagi seperti apa kita menggunakannya. Tak ada ancaman apapun di dunia ini kecuali jika kita benar-benar menganggapnya sebagai ancaman. Maka dengan Facebook, alangkah lebih baiknya jika ancaman yang disebutkan banyak orang kita ubah menjadi peluang. Ada yang sudah membuktikannya, mau tahu?
Di Yogyakarta, Seorang tukang becak bernama Haryadi memanfaatkan situs jejaring sosial Facebook untuk mendapatkan pelanggan, terutama wisatawan asing. Bermodalkan sebuah ponsel berfitur cukup canggih, Haryadi kerap ber-facebook ria sambil menunggu penumpang. Tak hanya demi keuntungan, ia mengaku dapat belajar bahasa Inggris dari beberapa turis asing yang menggunakan jasanya. Langganan Haryadi yang lulusan SMA ini terus bertambah dari hari ke hari. Hampir setiap wisatawan yang ingin menikmati indahnya Yogyakarta akan mencari dirinya. Selain menawarkan jasa becak, Haryadi juga menjual kain batik yang menjadi ciri khas Kota Gudeg. Dari usaha menarik becak dan menggunakan Facebook, Haryadi mengungkapkan hidupnya menjadi lebih baik. Ia bahkan sudah memiliki sebuah rumah pemberian wisatawan Inggris yang dikenalnya lewat Facebook. Di rumah itu, pria yang kini mempunyai 888 teman di Facebook itu membesarkan anaknya setelah sang istri meninggal dunia pascagempa yang melanda Yogyakarta beberapa tahun silam.
Lain lagi dengan cerita Muji (28 th), dengan hanya mengandalkan Facebook saja, perempuan yang berdomisili di Banyumas ini mampu menjual perkakas atau perlengkapan rumah tangga dari plastik, seperti tempat kue, toples, dan termos dari sebuah produk ternama. Menurut perempuan yang hobi berwisata kuliner ini, berbisnis di toko online melalui Facebook merupakan usaha sampingan yang turut menggelembungkan pendapatannya. Penghasilan kotor yang diperoleh melalui toko onlinenya sekitar satu juta rupiah . Bukan itu saja yang membuatnya senang, Muji juga akhirnya memiliki banyak rekanan dan kawan. “Rata-rata pembeli itu datang dari wilayah Jabodetabek. Sebagian kecil dari luar pulau Jawa. Mereka selain membeli barang dagangan saya, juga banyak yang menjadi teman-teman baik saya,” katanya bangga.
Cerita di atas adalah beberapa contoh cerita positif penggunaan Facebook. Setidaknya, dua orang di atas mampu membuktikan bahwa Facebook pun bisa dimanfaatkan untuk kehidupan yang lebih baik, tidak melulu menyita waktu dan membuat mereka menjadi not-working. Keduanya justru produktif dengan Facebook. Teknologi akan selalu menjadi pedang bermata dua, sisi positif dan negatif akan muncul secara bersamaan dan tumpang tindih, pengguna teknologilah yang kemudian menentukan apakah teknologi akan memperbaiki kehidupannya atau justru sebaliknya, membuat hidupnya sia-sia belaka. Dan Facebook adalah salah satu produk teknologi yang butuh kekritisan dan kekreatifan dalam menggunakannya, not just for having fun, meski hal tersebut tidak juga disalahkan.
So, how ? Bagaimana agar fesbukan bisa lebih dari sekedar networking dan tidak menjadi not-working? Mari memanfaatkan facebook dengan lebih berkualitas; tau diri, tau waktu dan terus tingkatkan kreatifitas!
Ayyu Fityatin LH
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
(Artikel ini dibuat dalam rangka mengikuti Program INSAN yang diselenggarakan Kemenkominfo)
Referensi:
http://www.insidefacebook.com/2008/12/31/facebook-indonesia-outpaces-southeast-asian-counterparts-in-2008/
http://grelovejogja.wordpress.com/2009/03/29/fenomena-facebook-di-indonesia/
http://www.inilah.com/berita/citizen-journalism/2009/03/14/90588/demam-facebook-di-indonesia/
http://korananakindonesia.wordpress.com/2010/03/01/ambil-manfaat-dan-sisi-positif-facebook/
http://obengware.com/news/index.php?id=5381
http://teknologi.kompasiana.com/group/internet/2010/04/06/ini-semua-gara-gara-facebook/
http://id.wikipedia.org/wiki/Jean-Paul_Sartre
http://en.wikipedia.org/wiki/Being_in_itself
http://www.facebook.com/note.php?note_id=405079234008
http://stephenlangitan.com/2010/01/haruskah-facebook-di-blokir-selama-jam-kerja/
http://www.leoxa.com/trick/Facebook-Diblokir-Di-Kampus-Ga-apa-apa…-Coba-Ini-Aja-Bro
http://internettan.blogspot.com/2009/08/cara-membuka-facebook-yang-diblokir-di.html
http://xpresiriau.com/featured/isu-anak-muda/demam-facebook/
http://www.biskom.web.id/2009/03/13/republik-facebook.bwi
http://en.wikipedia.org/wiki/Facebook
http://bajungaya.multiply.com/journal/item/6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar