BERANDA

Rabu, 04 Mei 2011

Pendidikan Wajib Belajar 9 Tahun

Landasan pokok keberadaan sistem pendidikan nasional adalah UUD 45 Bab XIII, Pasal 31, ayat (1) Yang menyatakan bahwa: Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran. Hal ini mengandung implikasi bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu memberi kesempatan belajar yang seluas-luasnya kepada setiap warga negara. Dengan demikian, dalam penerimaan seseorang sebagai peserta didik, tidak dibenarkan adanya perlakuan yang berbeda yang didasarkan atas jenis kelarruin, agama, ras, suku, Tatar belakang sosial dan tingkat kemampuan ekonomi.

Program pendidikan wajib belajar di Indonesia telah dirintis sejak tahun 1950. Dalam UU nomor 4 tahun 1950 jo UU nomor 12 tahun 1954 telah ditetapkan bahwa setiap anak usia 8-14 tahunterkcna pendidikan wajib belajar. Namur program pendidikan wajib belajar yang dicanangkan oleh pemerintah belum dapat berialan sebagaimana mestinya, karena adanya pergolakan pohtik secara tetus-menerus. (A. Daliman, 1995:138).

Gerakan pendidikan wajib belajar sebagai suatu gerakan secara nasional dan sekaligus sebagai bagian tak terpisahkan dari pembangunan nasional dimulai sejak Pelita IV. Pada hari pendidikan nasional tanggal 2 Mel 1984 secara resm'l Presiders Suharto mencanangkan dimulainya pelaksanaan dan penyelenggaraan pendidikan wajib belajar.

Pada tahap im penyelenggaraan pendidikan wajib belajar masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Berbeda dengan pendidikan wajib belajar tahun 1950, maka pendidikan wajib belajar tahun 1984 ini lebih diarahkan kepada, anak-anak usla, 7-12 tahun.

Dua kenyataan mendorong segera (illaksanakannya gerakan pendidikan wajib belajar tersebut. Kenyataan pertama, ialah masih adanya anak usia 7-12 tahun yang belum pernah bersekolah atau putus sekolah pada tingkat sekolah dasar, Pada tahun 1983 terdapat sekitar 2 juta anak usia 7-12 tahun yang terlantar dan putus sekolah pada tingkat sekolah dasar.

Sedangkan pada saat dicanangkannya pendidikan wajib belajar pada tahun 1984 masih terdapat anak berusia 7-12 tahun sekitar kurang lebih 1,5 juta orang yang belum bersekolah. Kenyataan kedua, ialah adanya keinginan pemerintah untuk memenuhi ketetapan GBHN yang telah mencanturnkan rencana penyelenggaraan pendidikan wajib belajar sejak GBHN 1978 maupun GBHN 1983. Gerakan pendidikan wajib belajar yang dimulai 2 Mel 1984 dipandang sebagai 9

pemenuhan janji pemerintah untuk menyediakan sarana dan prasarana pendidikan dasar secara cukup dan memadai, sehingga cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang termaksud dalam Pembukaan UUD 1945 segera dapat diwujudkan. (Haris Mudjiman, 1994:1-2).

Peningkatan pendidikan wajib belajar menjadi pendidikan wajib belalar 9 tahun dengan harapan terwujud pemerataan pendidikan dasar (SD dan SLIP) yang bermutu serta lebih menjangkau penduduk daerah terpencil. Hal ini sesuai dengan UU No: 2 tahun 1989 tentang stern pendidikan nasional, kemudian lebih dipertegas lagi di dalam Undang-Undang RI No: 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional sebagaimana yang tertuan pada pasal 34 sebagai berukut:

(1) Setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar.

(2) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terse­lenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.

(3) Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan. Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

(4) Ketentuan mengenai wajib belajar sebagaimana di­maksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Di dalam GBHN 1993, dicantumkan bahwa pemerintah harus berupaya untuk memperluas kesempatan pendidikan baik pendidikan dasar, pendidikan menengah kejuruan, maupun pendidikan profesional, melalui jalur sekolah dan jalur luar sekolah. Dalam rangka memperluas kesempatan belajar pendidikan dasar, maka pada tanggal 2 Mel 1994 pemerintah mencanangkan program pendidikan wajib belajar 9 tahun. lebih lanjut dikemukakan bahwa tahap penting dalam pembangunan pendidikan adalah meningkatkan pendidikan wajib belajar 6 tahun menjadi 9 tahun. (Sri Hadjoko Wirjornartorio, 1995:49, Ahmadi, 1991:74,182).

Pendidikan wajib belajar 9 tahun menganut konsepsi pendidikan semesta (universal basic education), yaitu suatu wawasan untuk membuka kesempatan pendidikan dasar. Jadi sasaran utamanya adalah menumbuhkan aspirasi pendidikan orang tua dan peserta didik yang telah cukup umur untuk mengikuti pendidikan, dengan maksud untuk meningkatkan produktivitas angkatan kerja secara makro.

Maksud utamanya adalah agar anak-anak memiliki kesempatan untuk terus belajar sampai dengan usia 15 tahun, dan sebagai landasan untuk belajar lebih lanjut baik dijenjang pendidikan lebih tinggi maupun di dunia kerja. (Kelompok PSDM, 1992, Adiwikarta, 1988).

Pelaksanaan pendidikan wajib belajar 9 tahun telah diatur lebih luas di dalam UU No: 20 tahun 2003. Bahwa sistem pendidikan nasional memberi hak kepada setiap warga negara memperoleh pendidikan yang bermutu dan juga berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat (pasal 5 ayat 1 dan 5).

Bagi warga negara yang memiliki kelainan emosional, mental, intelektual, dan atau sosial serta warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.

Demikian juga warga negara di daerah terpencil atau terkebelakang serta masyarakat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus (pasal 5 ayat 2, 3 dan 4). Lebih jauh dijelaskan bahwa pendidikan wajib belajar 9 tahun bagi anak usia 7 sampai 15 tahun harus diselenggarakan oleh pemerintah (pusat), pemerintah daerah, dan masyarakat tanpa dipungut biaya. (Arifin, 2003: 11).

Merujuk pada paparan yang telah dikemukakan di atas, dapat dipahami bahwa ciri-ciri pelaksanaan pendidikan wajib belajar-9 tahun di Indonesia adalah; (1) tidak bersifat paksaan melainkan persuasif, (2) ddak ada sansi hukum, (3) tidak diatur dengan Undang-Undang tersendiri, dan (4) keberhasilan diukur dengan angka partisipasi pendidikan dasar yang semakin menmigkat.

Wardiman Djojonegoro, (1992) mengemukakan alasan-alasan yang melatar belakangi dicanangkannya program pendidikan wajib belajar 9 tahun bag, semua anak usia 7-15 mulai tahun 1994 adalah:

1. Sekitar 73,7% angkatan kerja Indonesia pada tahun 1992 hanya berpendidikan Sekolah Dasar atau lebih rendah, yaltu mereka tidak tamat Sekolah Dasar, dan tidak pernah sekolah. Jauh ketinggalan dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN, seperti Singapura.

2. Dan' sudut pandang kepentingan ekonorm', pendidikan, dasar 9 tahun merupakan upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia yang dapat member, nilal tambah lebih tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi. Dengan rata-rata pendidikan dasar 9 tahun, ditnungkinkar. bagi mereka dapat memperluas wawasannya dalam menciptakan kegiatan ekonomi secara lebih beranekaragam (diversified).

3.Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin besar peluang untuk lebih mampu berperan serta sebagai pelaku ekonomi dalam sektor-sektor ekonomi atau sektor-sektor industri.

4. Dari segi kepentingan peserta didik, peningkatan usia wajib belajar dari 6 tahun menjadi 9 tahun akan memberikan kematangan yang lebih tinggi dalam penguasaan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan. Dengan meningkatnya penguasaan kemampuan dan keterampilan, akan memperbesar peluang yang lebih merata untuk meningkatkan martabat, kesejahteraan, serta makna hidupnya.

5.Dengan semakin meluasnya kesempatan belajar 9 tahun, maka usia minimal angkatan kerja produktif dapat ditingkatkan dari 10 tahun menjadi 15 tahun.

Berdasarkan alasan-alasan yang melatarbelakangi dicanangkan program-program pendidikan wajib belajar 9 tahun sebagaimana yang dikemukakan di atas, memberikan gambaran bahwa untuk mencapai peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang dapat memberi nilai tambah pada diri individu (masyarakat) itu sendiri mengenai penguasaan ilmu engetahuan, keterampilan, yang dapat mengantar kepertumbuhan ekonomi, peningkatan produktivitas kerja, martabat, dan kesejahteraan hidupnya, hanya dapat dicapai lewat penuntasan pelaksanaan pendidikan untuk semua.

C. Pendidikan Wajib Balajar 9 Tahun dan Peningkatan Kualitas SDM

Sejak awal kemerdekaan para pendiri negara (the founding fathers)

telah memiliki komitmen untuk memenuhi hak asasi rakyatnya untuk lemperoleh pendidikan, seperti yang termaksud dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mencantumkan tujuan nasional;mencerdaskan kehidupan bangsa yang secara konstitusional menjelma ke dalam pasal 31 UUD 1945, ayat (1) yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran, sedang ayat (2) menegaskan kepada pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional.

Sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan 2, maka berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, maka tujuan pendidikan nasional ditetapkan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam, rangka meencerdaskan kehidupan bangsa, untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab (Arifin, 2003:29).

Pendidikan nasional berfungsi sebagi alat utama untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mute kehidupan dan martabat bangsa. Pendidikan pada hakekatnya merupakan indirect investment bagi proses produksi dan direct investment bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia (human quality).

Pendidikan akan meningkatkan dan mempertinggi kualitas tenaga kerja, sehingga memungkinkan tersediinya angkatan kerja yang lebih terampil, handal dan sesuai dengan tuntutan pembangunan serta meningkatkan produktivitas nasional. (A. Daliinan, 1995:138, Adiwikata, 1988).

Berbagai penelitian di sejumlah negara maju telah membuktikan bahwa pendidikan rnen-iililci kontribusi yang sangat tinggi terhadap produktivitas nasional, dan dapat meningkatkan pendapatan nasional (national income).

Sedangkan menurut Muhibbin Syah yang merujuk kepada pernikiran jean Piaget dan L. Kohlberg mengemukakan bahwa pendidikan dilihat dan' sudut psikososial merupakan upaya penumbuh kembangan sumber daya manusia melalui proses hubungan interpersonal yang berlangsung dalam lingkungan masyarakat yang terorganisir dalam hal ini masyarakat pendidikan dan keluarga. (Muhibbin Syah, 1995).

Pandangan yang harnpir senada dikemukakan oleh Lawrence E. Shapiro (199), Daniel Goleman (1997), bahwa pendidikan berperan untak mengembangkan kecerdasan kognitif dan kecerdasan emosional, lalu la menambahkan bahwa kedua kederdasan ini harus di capai secara bersama-sama, sebab betapa banyak orang yang rneniffiki kederadasan kognitif yang tinggi, tetapi kederdasan emosionalnya rendah sehingga la gagal dalam menjalangkan togas yang diembangnya.

Adapun Kecerdasan Ernosional yang dimaksudkan oleh Daniel Goleman adalah mencakup kesadaran diri, kendali dorongan hati, ketekunan, semangat dan motivasi diri, berempati, serta kecepatan sosial.

Dengan merujuk pada paparan di atas, maka untuk mencapai keberhasilan atau kesuksesan harus melalui pendidikan, oleh karma itu pemerintah Indonesia telah bertekad, sebagaimana yang dirumuskan dalam GBHN 1988. Untuk mendukung dunia bare dituntut kualitas manusia Indonesia yang mernadat.

Karena itu, pendidikan dasar 6 tahun yang dicanangkan 1984 dipandang tidak mencukupi dan perlu ditingkatkan menjadi pendidikan dasar 9 tahun yang mulai dipermaklumkan oleh Presiders Soeharto pada tanggal 2 Mei 1994, yang bertepatan pada hari Pendidikan nasional.

Pendidikan dasar 9 tahun diharapkan bahwa setup warga negara akan memiliki kemampuan untuk memahami dunianya, mampu menyesuaikan diri bersosiahsasi dengan perubahan masyarakat dan jaman, mampu meningkatkan mutu kehidupan baik secara ekonomi, sosial budaya, politik dan biologis, serta mampu meningkatkan martabatnya sebagai manusia warga negara dari masyarakat yang maju. Dalam duni baru ini setiap orang harus memiliki potensi untuk bekerja di berbagai bidang dimanapun )uga. (Soedijarto. 1985:5, Vembrirto, 1987)

Jika perluasan dan mutu pendidikan dilakukan di dalam kerangka keterkaitan, maka pendidikan dasar 9 tahun secara langsung berfungsi sebagai strategi dasar dalam upaya: (1) mencerdaskan kehidupan bangsa karena diperuntukkan bagi semua warga negara tanpa membedakan golongan, agama, suku bangsa, dan status sosial ekonomi; (2) menyiapkan tenaga kerja industri masa depan melalui pengernbangan kemampuan dan keterampilan dasar belajar, serta dapat menunjang ter­ciptanya pemerataan kesempatan pendidikan kejuruan dan profesional lebih lanjut; dan (3) membina penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena melalui wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun ini memungkinkan untuk dapat memperluas mekanisme seleksi bagi seluruh siswa yang memiliki kemampuan luar biasa untuk melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi. (Sir Hardjoko Wirjomartono, :995:49-50).

Pandangan yang hampir senada dikemukakan oleh Khaeruddin (1995), gerakan wajib belajar 9 tahun pada dasarnya mempunyai maksud meningkatkan kualitas bangsa. Melalui pelaksanaan wajib belajar 9 tahun di harapkan setiap warga negara Indonesia memiliki kemampuan dasar yang diperlukan dalam kehidupan bangsa yang lebih tinggi, sehingga secara politis mereka akan lebih menyadari hak dan kewajiban, dan sebagai warga negara serta mampu berperan serta sebagai tenaga pembangunan yang lebih berkualitas.

Dalam PP nomor 29 tahun 1990 dapat kita lihat adanya dua sasaran yang ingin dicapai yaitu ; (1) pembekalan kemampuan dasar yang dapat dikembangkan melnlw' kehidupan; (2) kemampuan dasar yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi. Sedangkan Hadari Nawawi (1994), tujuan pendidikan dasar adalah untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara clan anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah.

Pendidikan wajib belajar 9 tahun secara hukum merupakan kaidah yang bermaksud mengintegrasikan SD dan SLTP secara konsepsional, dalam and tanpa pemisah dan merupakan satu satuan pendidikan, pada jenjang yang terendah. Pengintegrasian secara konsepsional yang menempatkan SD dan SLTP sebagai kesatuan program, dinyatakan melalui kurikulumnya yang berkelanjutan atau secara berkesinambungan. Kedua bentuknya tidak diintegrasikan secara fisik dengan tetap berbentuk dua lembaga yang terpisah, masmg-masingy dengan kelompok belajar kelas I sampai dengan Kelas VI untuk SD dan Kelas I sampai Kelas III untuk SLTP. (Hadari Nawawi, 1994:351).

Peran dan fungsi serta tanggung jawab pendidikan semakin besar bahkan menentukan, khususnya dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan yang bermutu ini ditentukan dukungan dari berbagai faktor, yaitu pendidikan di lingkungan keluarga, pendidikan luar sekolah, pendidikan dasar, pendicilkan menengah serta pendidikan tinggi.

Sejarah menunjukkan bahwa faktor terpendng yang menentukan keberhasilan suatu bangsa bukanlah melimpahnya kekayaan alam melainkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Dalam era kedua kebangkitan nasional, SDM yang berkualitas adalah yang :

1. Memihki kemampuan dan menguasai keahlian dalam suatu bidang yang berkaitan dengan Ipt

2. Mampu bekerja secara profesional dengan orgientasi mutu dan keunggulan;

3. apat menghasilkan karya-karya unggul dan mampu bersaing cara global sebagai hash dari keahhan dan profesionalismenya. avidiman Suryohadiprodjo. 1987, Faisal, 246-252).

Dengan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas sebuah bangsa akan sanggup belajar dari kenyataan yang serba dinamis, sanggup mencari jalan alternatif pemecahan masalah, serta sanggup mengembangkan pola-pola pemikiran yang pada akhirnya akan dapat melahirkan strategis persaingan unggul di era global.

Berdasarkan dengan semua kenyataan yang dipaparkan di atas, pelaksanaan pendidikan dasar 9 tahun bukanlah susuatukemeNvahan i suatu keharusan dan kebutuhan bukan Baja bagi negara dan arakat melainkan bag, setup warga negara. Masalahnya yang dihadapi adalah bagaimana keharusan clan kebutuhan Itu dapat dirasakan al kebutuhan setup warga negara dan bukan kebutuhannya para at dan tokoh masyarakat.

Inilah tantangan dan tanggung jawab para pejabat pemerintah terutama di lingkungan Departemen Pendidikan danKebudayaan serta Departemen Dalam Negeri. Untuk berupaya menjadikan setiap anggota masyarakat merasakan bahwa memperoleh pendidikan dasar 9 tahun adalah kebutuhannya.

Program pendidikan wajib belajar 9 tahun pada hakekatnya berfungsi memberikan pendidikan dasar bag, sedap warganegara agar masing-masing memperoleh sekurang-kurangnya pengetahuan clan kemampuan dasar yang diperlukan untuk dapat berperan Berta dalam kehiclapan bermasyarakat, berbangsa clan bernegara.

Dalam konteks pembangunan nasional wajib belajar 9 tahun adalah suatu usaha yang harus dilakukan, untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia agar memiliki kemampuan untuk memelihara dunianya, mampu menyesuaikan diri dengan perubahan, mampun mern'ngkatkan kualitas hidup dan martabatnya, dan wajib belajar diartikan sebagai pemberian kesemptan belajar seluas-luasnya kepada kelompok usla sekolah untuk mengikuti pendidikan dasar tersebut.

Gerakan Pendidikan wajib belajar 9 tahun merupakan perwujudan konstitusi serta tekat pernerintah dan seluruh rakyat Indonesia dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pembangunan pendidikan merupakan upaya menuju peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan masyarakat Indonesia untuk mewujudkan tercapainya salah satu tujuan nasional, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa artinya meningkatkan kecerdasan kognitif dan kecerdasan emosional.

Wajib belajar pada hakekatnya untuk memenuhi hak asasi setiap warganegara untuk memperoleh pendidikan sesuai dengan prinsip pendidikan untuk semua (education for all). Tujuan adalah agar setiap warganegara memperoleh pengetahuan dan kemampuan dasar yang diperlukan untuk berperan serta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar