Perlu diketahui bahwa batasan pengertian Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah tangga (PKDRT) yang terdapat di dalam undang-undang No. 23 tahun
2004, adalah ; “setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan,
yang berakibat timbulnya kesengsaraan, atau penderitaan secara fisik,
seksual psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman
untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan
secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga” (vide, pasal 1 ayat 1
).
Mengingat UU tentang KDRT merupakan hukum publik yang
didalamnya ada ancaman pidana penjara atau denda bagi yang melanggarnya,
maka masyarakat luas khususnya kaum lelaki, dalam kedudukan sebagai
kepala keluarga sebaiknya mengetahui apa itu kekerasan dalam rumah
tangga (KDRT). Adapun tentang siapa saja yang termasuk dalam lingkup
rumah tangga, adalah : a). Suami, isteri, dan anak, termasuk anak angkat
dan anak tiri ; b). Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan
suami, isteri yang tinggal menetap dalam rumah tangga, seperti :
mertua, menantu, ipar, dan besan ; dan c). Orang yang bekerja membantu
di rumah tangga dan menetap tinggal dalam rumah tangga tersebut, seperti
PRT.
Adapun bentuk KDRT seperti yang disebut di atas dapat
dilakukan suami terhadap anggota keluarganya dalam bentuk : 1) Kekerasan
fisik, yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat ; 2)
Kekerasan psikis, yang mengakibatkan rasa ketakutan, hilangnya rasa
percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya,
dll. 3).Kekerasan seksual, yang berupa pemaksaan seksual dengan cara
tidak wajar, baik untuk suami maupun untuk orang lain untuk tujuan
komersial, atau tujuan tertentu ; dan 4). Penelantaran rumah tangga yang
terjadi dalam lingkup rumah tangganya, yang mana menurut hukum
diwajibkan atasnya. Selain itu penelantaran juga berlaku bagi setiap
orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi
dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah,
sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.
Bagi korban KDRT undang-undang telah mengatur akan hak-hak yang dapat
dituntut kepada pelakunya, antara lain : a).Perlindungan dari pihak
keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial,
atau pihak lainnya maupun atas penetapan perintah perlindungan dari
pengadilan ; b).Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis ; c).
Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban ;
d).Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum ; dan e).
Pelayanan bimbingan rohani. Selain itu korban KDRT juga berhak untuk
mendapatkan pelayanan demi pemulihan korban dari, tenaga kesehatan,
pekerja sosial, relawan pendamping dan/atau pembimbing rohani. (vide,
pasal 10 UU No.23 tahun 2004 tentang PKDRT).
Dalam UU PKDRT
Pemerintah mempunyai kewajiban, yaitu : a).Merumuskan kebijakan
penghapusan KDRT ; b). Menyelenggarakan komunikasi, informasi dan
edukasi tentang KDRT ; c). Menyelenggarakan sosialisasi dan advokasi
tentang KDRT ; dan d). Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
sensitif jender, dan isu KDRT serta menetapkan standard dan akreditasi
pelayanan yang sensitif jender.
UU No.23 tahun 2004 juga mengatur kewajiban masyarakat dalam PKDRT,
dimana bagi setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui
terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) wajib melakukan upaya :
a) mencegah KDRT ; b) Memberikan perlindungan kepada korban ;
c).Memberikan pertolongan darurat ; dan d). Mengajukan proses pengajuan
permohonan penetapan perlindungan ; (vide pasal 15 UU PKDRT). Namun
untuk kejahatan kekerasan psikis dan fisik ringan serta kekerasan
seksual yang terjadi di dalam relasi antar suami-isteri, maka yang
berlaku adalah delik aduan. Maksudnya adalah korban sendiri yang
melaporkan KDRT yang dialaminya kepada pihak kepolisian. ( vide, pasal
26 ayat 1 UU 23 tahun 2004 tentang PKDRT).
Namun korban dapat
memberikan kuasa kepada keluarga atau Advokat/Pengacara untuk melaporkan
KDRT ke kepolisian (vide, pasal 26 ayat 2). Jika yang menjadi korban
adalah seorang anak, laporan dapat dilakukan oleh orang tua, wali,
pengasuh atau anak yang bersangkutan (vide, pasal 27).
Adapun mengenai sanksi pidana dalam pelanggaran UU No.23 tahun 2004
tentang PKDRT diatur dalam Bab VIII mulai dari pasal 44 s/d pasal 53.
Khusus untuk kekerasan KDRT di bidang seksual, berlaku pidana minimal 5
tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara atau 20 tahun penjara atau
denda antara 12 juta s/d 300 juta rupiah atau antara 25 juta s/d 500
juta rupiah. ( vide pasal 47 dan 48 UU PKDRT).
Dan perlu
diketahui juga, bahwa pada umumnya UU No.23 tahun 2004 tentang PKDRT,
bukan hanya melulu ditujukan kepada seorang suami, tapi juga juga bisa
ditujukan kepada seorang isteri yang melakukan kekerasan terhadap
suaminya, anak-anaknya, keluarganya atau pembantunya yang menetap
tinggal dalam satu rumah tangga tersebut
Beberapa gambar yang masuk dalam kategori KDRT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar