Ø Hilangnya tumbuhan akibat berbagai aktifitas
manusia dan bencana alam dapat diperbaiki dengan rehabilitasi atau yang sering
disebut dengan reboisasi. Namun dalam pelaksanaannya, reboisasi saat ini belum
mendapatkan hasil yang maksimal, recovery perlu dilakukan dalam kegiatan ini.
Hal ini disebabkan karena pelaksanaannya masih memiliki beberapa kekurangan.
Kekurangan yang teridentifikasi adalah: Pertama: pemilihan waktu yang tidak tepat. Biasanya penghijauan dilakukan pada bulan Pebruari setelah bencana banjir dan tanah longsor terjadi dimana-mana. Padahal musim hujan hampir berakhir, dengan demikian setelah hujan berakhir tumbuhan mati kekeringan. Kedua: pemilihan tumbuhan tidak memperhatikan kondisi iklim (ketinggian dan suhu) setempat. Hal tersebut dapat dilihat dari jenis tumbuhan sumbangan masyarakat tanpa sebuah kriteria. Ketiga: kegiatan sangat bersifat ceremonial dan kolosal namun tidak ada jaminan keberlanjutan, sehingga setelah penanaman tidak pernah ada monitoring (Wahyu. Prihanta, 2006).
Daerah tropika terkhusus Indonesia memiliki putaran musim yang relatif stabil, dimana memiliki dua musim yaitu penghujan dan kemarau. Kegiatan rahabilitai yang dilakukan saat ini sering tidak sesuai dengan musim yaitu awal musim hujan sekitar bulan Nopember sampai dengan Januari. Sehingga banyak tumbuhan mati akibat tidak cocok secara klimatologi sehingga ketersediaan air yang sangat dibutuhkan tumbuhan krang terpenuhi. Sebagai contoh program rehabilitasi tumbuhan di Kota Malang yang dengan program Malang Ijo Royo-Royo (MIRR) tahun 1 dan ke 2 dilaksanakan pada bulan Juli dimana merupakan bulan terkering sepanjang tahun (Radar malang, 15 Juli 2004). Demikian juga rehabilitasi lingkungan di Kota Batu dilaksanakan pada bulan Pebruari 2003, pada saat akhir musim hujan.
Selain itu hal tersebut di atas pemilihan tumbuhan tidak sesuai dengan klimatologi yang dipersyaratkan tumbuhan. Tumbuhan rambutan dan mangga digunakan alam program Malang Ijo Royo (radar Malang, 15/6/2004), secara klimatologi kedua jenis tumbuhan tersebut sesuai hidup pada dataran rendah (0-200 dpl) (Stenis, 1987). Sedangkan Kota Malang merupakan daerah dataran tinggai (sekitar 450 dpl). Setiap tumbuhan memiliki syarat tumbuh dalam ketinggian daerah tertentu (dpl), sehingga dikenal dengan nama tumbuhan dataran rendah dan dataran tinggi. Hal ini disebabkan ketinggian tempat mempengaruhi klimatologi dan klimatologi sangat mempengaruhi kehidupan tumbuhan (Stenis, 1987; Pulonin, 1994).
Program penanaman tumbuhanpun tidak disertai dengan program perawatan. Sebaiknya program penanaman harus disertai program perawatan untuk tanaman yang berumur kurang dari tiga tahun setelah penanaman (Departemen Kehutanan, 2007).
Berdasarkan hal tersebut pelaksanaan rehabilitasi tumbuhan untuk mitigasi global warming perlu diperbaiki
Kekurangan yang teridentifikasi adalah: Pertama: pemilihan waktu yang tidak tepat. Biasanya penghijauan dilakukan pada bulan Pebruari setelah bencana banjir dan tanah longsor terjadi dimana-mana. Padahal musim hujan hampir berakhir, dengan demikian setelah hujan berakhir tumbuhan mati kekeringan. Kedua: pemilihan tumbuhan tidak memperhatikan kondisi iklim (ketinggian dan suhu) setempat. Hal tersebut dapat dilihat dari jenis tumbuhan sumbangan masyarakat tanpa sebuah kriteria. Ketiga: kegiatan sangat bersifat ceremonial dan kolosal namun tidak ada jaminan keberlanjutan, sehingga setelah penanaman tidak pernah ada monitoring (Wahyu. Prihanta, 2006).
Daerah tropika terkhusus Indonesia memiliki putaran musim yang relatif stabil, dimana memiliki dua musim yaitu penghujan dan kemarau. Kegiatan rahabilitai yang dilakukan saat ini sering tidak sesuai dengan musim yaitu awal musim hujan sekitar bulan Nopember sampai dengan Januari. Sehingga banyak tumbuhan mati akibat tidak cocok secara klimatologi sehingga ketersediaan air yang sangat dibutuhkan tumbuhan krang terpenuhi. Sebagai contoh program rehabilitasi tumbuhan di Kota Malang yang dengan program Malang Ijo Royo-Royo (MIRR) tahun 1 dan ke 2 dilaksanakan pada bulan Juli dimana merupakan bulan terkering sepanjang tahun (Radar malang, 15 Juli 2004). Demikian juga rehabilitasi lingkungan di Kota Batu dilaksanakan pada bulan Pebruari 2003, pada saat akhir musim hujan.
Selain itu hal tersebut di atas pemilihan tumbuhan tidak sesuai dengan klimatologi yang dipersyaratkan tumbuhan. Tumbuhan rambutan dan mangga digunakan alam program Malang Ijo Royo (radar Malang, 15/6/2004), secara klimatologi kedua jenis tumbuhan tersebut sesuai hidup pada dataran rendah (0-200 dpl) (Stenis, 1987). Sedangkan Kota Malang merupakan daerah dataran tinggai (sekitar 450 dpl). Setiap tumbuhan memiliki syarat tumbuh dalam ketinggian daerah tertentu (dpl), sehingga dikenal dengan nama tumbuhan dataran rendah dan dataran tinggi. Hal ini disebabkan ketinggian tempat mempengaruhi klimatologi dan klimatologi sangat mempengaruhi kehidupan tumbuhan (Stenis, 1987; Pulonin, 1994).
Program penanaman tumbuhanpun tidak disertai dengan program perawatan. Sebaiknya program penanaman harus disertai program perawatan untuk tanaman yang berumur kurang dari tiga tahun setelah penanaman (Departemen Kehutanan, 2007).
Berdasarkan hal tersebut pelaksanaan rehabilitasi tumbuhan untuk mitigasi global warming perlu diperbaiki
Alam tercipta dalam keterkaitan dan keseimbangan yang sempurna, berbagai komponen kehidupan keberadaannya saling menunjang. Selama ini banyak satwa yang berperan dalam membantu penyebaran biji-biji tumbuhan sehingga secara automatis membantu menumbuhkan berbagai jenis tumbuhan yang secara ekologi sesuai. Banyak jenis burung yang memakan buah dan menyebarkan bijinya bersama feces di tempat yang sangat jauh dari pohon induknya (Jones and Luchsinger, 1987; Pulonin, 1994).
Penyebaran biji atau alat reproduksi lain yang dibantu satwa memiliki banyak keuntungan, burung mampu menyebarkan biji di daerah yang tak terjangkau oleh manusia, selain itu daerah edar harian burung relatif pada ekologi sistem ekologi di mana tumbuhan berada sehingga secara klimatologi akan banyak kesesuaian.
Mempertimbangkan hal tersebut maka rehabilitasi tumbuhan dalam rangka mitigasi global warming akan memberikan hasil yang sempurna jika disertai dengan kegiatan konservasi berbagai jenis burung yang memiliki manfaat dalam penyebaran alat reproduksi tumbuhan. Mengingat saat ini banyak penangkapan jenis-jenis burung tersebut dengan berbagai alasan. Jika kegiatan ini di biarkan berlanjut, akan menyebabkan kepunahan burung yang sangat berperan dalam pelestarian tumbuhan baik sebagai mediator polinasi (penyerbukan) maupun mediator dispersal (penyebaran) tumbuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar